Prev>>“Saranghae
Jimin-ah!” ulang Jungkook lagi, kali ini lebih tegas dan... berperasaan?
Dan seketika itu
juga, Jimin langsung terbatuk-batuk dan langsung ngibrit dari hadapan mereka.
“Ugh... Haruskah
aku melaundry mulutku?” gumam Jungkook saat Jimin sudah menjauh. Sementara
Hoseok dan Tae mati-matian menahan tawa mereka.
#Flashback End<<
.
“Hahahahahaha....”
tawa Hoseok dan Taehyung meledak di ruangan tersebut. Dan kali ini Yoongi juga
ikut mengiringi tawa mereka dengan keahlian Rappnya/?
“Ish... Stop
it!” teriak Jungkook.
“Haha, ekspresi
namja itu benar-benar lucu!” ungkap Hoseok cekikikkan.
“Aku yakin dia
akan membalas cintamu, Kook!” timpal Taehyung.
Kedua telapak
tangan Jungkook sudah terkepal. Ingin sekali ia menonjok satu per satu wajah
hyungdeulnya itu. Tapi kalau ia melakukannya, sudah pasti ia akan dikeluarkan
dari masa trainee dan gak akan jadi debut. Jungkook sudah berjuang mati-matian
untuk impiannya ini. Masa impiannya harus hancur gegara tingkah konyol
hyungdeulnya? Andwae! Jungkook akan bersikap dewasa. Ia akan menahan amarahnya!
“Yak, jadi
kalian mengerjai Park Jimin eoh?” tanya Yoongi yang tawanya sudah mereda.
“Ne, kau kenal
dengan anak itu?” tanya Hoseok masih cekikikkan.
“Tentu saja. Dia
bergabung dalam klub basket. Aku rasa dia anak yang baik,” tutur Yoongi. “Malah
dia kebingungan saat Jungkook memanggilku dengan nama Suga.”
“Wah? Benarkah
itu Jungkook? Kau bertemu dengan anak itu lagi?” tanya Tae lebay.
“Mm,” angguk
Jungkook.
“Apa dia jatuh
cinta padamu setelah kejadian itu?” goda Hoseok.
“Yak! Mana mungkin!”
sergah Jungkook yang berhasil mengundang tawa para hyungnya. Namja yang paling
muda di antara mereka itu pun langsung bangkit dan masuk ke kamarnya dengan
wajah tertekuk. Dan jangan lupakan suara “BRAKK!” saat Jungkook menutup pintu
kamarnya.
“Yak, kalian
harus berhenti mengerjai uri maknae,” ujar Yoongi terkekeh.
“Haha... aku
sangat suka melihat Jungkook dengan pouty facenya. Dia sangat lucu! Neomu
kyeopta..^^” ujar Hoseok riang.
“Aigo~ Jungkook
itu hanya milikku, tau!” ucap Tae asal.
“Mwoya... dia
milikku!” bantah Yoongi.
“Ani~ dia
dongsaeng kesayanganku!” timpal Hoseok. Ya, mereka terus melakukan hal tersebut
hingga mereka terlelap di ruang TV :v
***
Keesokan
harinya...
@Jam istirahat sekolah-kantin
Seperti biasa,
Yeon Hee akan memesan semangkuk baso aci buatan Mbok kantin dan duduk di
pojokan. Tapi bedanya, kali ini ia ditemani oleh Jungkook. Soalnya, saat Yeon
Hee keluar kelas tadi, Jungkook sudah ada di depan kelasnya sembari memasang
wajah innocent miliknya. Ya, sebenarnya Yeon Hee malas juga untuk bertemu
dengan berondong itu. Tapi ia harus bagaimana lagi. Jungkook juga bilang ke
Yeon Hee bahwa hari ini biar Jungkook yang neraktir Yeon Hee jajan. Otomatis
Yeon Hee langsung nerima, dong. Kan lumayan bisa makan gratis. Sayang kalau
ditolak.
Jungkook duduk
berhadapan dengan Yeon Hee di meja kantin paling pojok. Namja itu hanya memesan
minuman. Ya, maklumlah, Jungkook kan harus menjaga berat badannya. Lagipula,
bekalnya kali ini harus ia bagi kepada Yeon Hee. Tapi selama itu bisa membuat
Jungkook dekat dengan gebetannya, apa pun akan Jungkook lakukan.
“Noona, makannya
pelan-pelan, dong,” ujar Jungkook lembut. “Lihat, jadi belepotan, kan?” Yeon
Hee hanya menunjukkan deretan giginya lalu kembali mengunyah makanannya.
Sementara Jungkook, ia mengeluarkan sebuah saputangan dari saku blezernya.
Niatnya sih Jungkook mau romantis-romantisan kayak di drama-drama itu tuh...
dan alhasil...
Grep! “Jauhkan
tanganmu!” tiba-tiba Jimin datang dan langsung menghempaskan tangan Jungkook
yang hendak menyeka sudut bibir Yeon Hee yang belepotan. Namja itu mendengus
kesal. ‘Ah, benar-benar perusak!’ batin Jungkook.
“Jimin-ah,
waeyo? Kau kelihatan lesu hari ini,” tanya Yeon Hee.
‘Chh... Bahkan
Yeon Hee noona lebih perhatian dengan Jimin.’ Jungkook ngebatin.
“Aniyo... Aku hanya
badmood saja saat melihat noona duduk dengan anak ingusan ini.”
Pletak!! Yeon
Hee memukul kepala Jimin dengan sendoknya. “Tak bisakah kau menjaga ucapanmu,
eoh?”
“Gwaenchana,
noona. Mungkin Jimin hyung hanya ingin bercanda,” ujar Jungkook mencairkan ketegangan.
Jimin hanya mendelik sebal. “Sejak kapan aku jadi hyungmu, eoh?” tanyanya
ketus.
“Jimin-ah,
daripada kau mengganggu makan siangku lebih baik kau pergi!” titah Yeon Hee.
“Shirreo! Aku
akan di sini untuk melindungi noona dari dia!”
‘Ch... dasar namja
bantet!’ pekik Jungkook dalam hati.
“Mianhe
Jungkook-ah, dia memang seperti anak kecil,” tutur Yeon Hee.
“Gwaenchana
noona,” jawab Jungkook sambil tersenyum yang disambut oleh cibiran dari Jimin.
“Jungkook-ah!”
Jungkook menolehkan kepalanya saat seseorang menyeru. Ternyata Hoseok dan Tae
hyung! Ah, firasat Jungkook langsung buruk saat ini.
“Kau tidak akan
bergabung dengan kami, eoh?” tanya Tae dengan sepiring makanan yang ia bawa.
“Sudahlah, Tae,
biarkan ia duduk bersama orang yang ia cintai,” ujar Hoseok.
‘Tuh, kan, mulut
ember!’ Jungkook ngebatin lagi.
‘Mwo? Orang yang
ia cintai? Jangan-jangan... aish, ada apa dengan otakku? Dan kenapa pipiku
memanas, eoh?’ kali ini Jimin yang ngebatin.
“Kalau begitu,
aku pergi dulu, noona. Aku jadi tidak enak dengan hyungdeulku,” kata Jungkook
sambil tersenyum. Ia bangkit dari duduknya dan melakukan bow. Kemudian ia
beranjak untuk menyusul Tae dan Hoseok hyung yang duduk di pojokan yang
lainnya.
“Eh tunggu!”
cegah Yeon Hee. Dag dig dug ser... Jungkook jadi kegeeran, kan, pas dipanggil
kayak gitu. ‘Ah, apakah Yeon Hee noona tak mau
aku pergi?’ batin Jungkook sambil mesam-mesem. Jungkook pun kembali
membalikkan badannya ke arah Yeon Hee. “Ne, noona?” tanyanya.
“Keugeu, ini kau
yang bayar, kan?” Yeon Hee menunjuk mangkuk baso acinya.
PRANG!! Dan saat
itu juga, dunia Jungkook seakan hancur. Yeon Hee memanggilnya hanya karena
semangkuk baso aci? Ah, persetan dengan makanan itu!
“Huh? N-ne, aku
yang membayarnya,” ucap Jungkook akhirnya sambil memaksakan seulas senyum.
“Kalau begitu, annyeong noona~”
“Ne, gomawo!”
jawab Yeon Hee riang. Ia melirik ke arah Jimin yang duduk di sebelahnya.
“Jimin-ah, kenapa wajahmu pucat?”
“N-ne? Ah,
benarkah?” jawab Jimin gelagapan.
Yeon Hee
mengangguk. “Apa kau belum makan?”
“Aku tidak
apa-apa kok, noona. Aku hanya... ah, aku hanya harus ke toilet. Annyeong~”
Jimin langsung
bangkit dan berlari meninggalkan Yeon Hee sendirian.
“Ada apa dengan
anak itu?” gumam Yeon Hee.
***
#Jimin POV
Aih, ada apa denganku? Kenapa aku jadi seperti
ini? Apakah aku sudah gila? Apa aku tidak waras? Oh eomma, tolonglah anakmu ini
eomma...
Aku benar-benar
tidak mengerti dengan apa yang aku alami. Lebih tepatnya, apa yang aku rasakan.
Semenjak Jungkook mengatakan kalimat sakral itu, semenjak aku berpikiran bahwa
dia seorang yaoi, hidupku seolah berevolusi menjadi dunia yang diselimuti oleh
kegelapan. Ah, aku benar-benar bisa gila kalau terus begini. Dan saat di kantin
tadi, apa maksudnya dengan, ‘Sudahlah, Tae, biarkan ia duduk bersama orang yang
ia cintai...’? Kata-katanya sangat ambigu.
Aku ingat dengan
namja yang mengatakan hal itu. Waktu itu dia juga ada di taman saat Jungkook
mengatakan kata-kata sakralnya padaku. Kalau tidak salah, dia anak kelas tiga.
Ya, seangkatan dengan Yeon Hee noona. Hanya saja mereka berbeda kelas. Dan
namja yang disebut Tae, tentu aku pernah melihatnya karena kelasnya
bersebelahan dengan kelasku. Dia anak yang petakilan, usil, gak bisa diem,
pokoknya semua kelakuannya absurd! Tapi dia cukup terkenal di kalangan yeoja.
Pasalnya, meskipun ia sering bertingkah aneh, wajahnya tetap akan terlihat
tampan(ya.. itu sih kata para yeoja).
Dan Jungkook....
argh! Kenapa wajah anak ingusan itu terus menghantuiku, sih? Haruskah aku
membenturkan kepalaku ke tembok agar aku bisa hilang ingatan?
Deg! Seseorang
masuk ke toilet. Aku kembali tersadar dari lamunanku dan segera membasuh
wajahku lagi dengan air dari keran wastafel. Sejenak aku melihat bayanganku di
cermin. Dan betapa terkejutnya aku ketika mendengar suara...
“Annyeong Jimin
hyung!”
Jungkook! Aku
meliriknya lewat cermin. Ia mencuci tangannya di wastafel sebelahku lalu ia
tersenyum. Oh Tuhan, dia tersenyum!
“A-annyeong,”
jawabku pelan. Aku tak tahu kenapa aku jadi seperti ini. Mengingat kecurigaanku
pada Jungkook, secara tidak langsung membuatku takut padanya. Dan ada satu hal
lagi yang membuat perasaanku tak enak. ‘Kenapa dia bisa seramah itu? Padahal
aku belum sempat meminta maaf karena waktu itu pernah meninju hidungnya.’
“Jeon
Jungkook...” Ketika ia hendak keluar lagi dari toilet, entah kenapa mulutku
memanggil namanya begitu saja. Namja itu langsung memutar badannya ke arahku.
Matanya yang bening membulat dengan sempurna. Dan raut wajahnya... raut
wajahnya...
“Ne hyung?”
tanya Jungkook heran. Alis matanya berkerut samar.
Aku langsung
tersadar dari lamunanku dan segera memalingkan tatapanku ke cermin lagi.
“Mianhae~” ujarku asal. Ah, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku
katakan.
“Mianhae untuk
apa hyung?” tanya Jungkook dengan muka polosnya. Ah, neomu gwiyeom... Apakah ia
selalu memasang ekspresi seperti itu kepada semua orang?
“Karena waktu
itu aku memukulmu,” ujarku akhirnya, mencoba bersikap secuek mungkin.
“Ah..
Gwaenchana, hyung. Lagipula hidungku tidak cedera.”
Hening sesaat...
“Kalau begitu,
aku pergi dulu, hyung.”
“Tunggu!”
cegahku. Aku memberanikan diri untuk menatap manik milik Jungkook. Yah,
berlagak se-manly mungkin lah. “Apa kau benar-benar mencintai Yeon Hee noona?”
tanyaku dingin.
Jungkook
terlihat berpikir sejenak, kemudian ia mengangguk yakin. “Apakah aku tidak
boleh mencintainya?” tanyanya, lagi-lagi dengan wajah polos. Rrrr...
“Ani~ Semua
orang punya hak untuk itu...” Apa yang sedang kau katakan Park Jimin? Kau
mendukung Jungkook untuk mendapatkan cinta Yeon Hee? Andwae! Kenapa mulutku
bisa berbicara seperti itu, sih?
“Hyung sendiri,
apa hyung mencintai Yeon Hee noona?”
Aku menelan
saliva. Sejenak memejamkan mata. “Ne~” jawabku. “Tapi aku tak pernah berani
untuk menyatakannya.”
Kami terdiam
sesaat. Aku melihat Jungkook sempat membulatkan matanya lagi.
“Kenapa, hyung?
Jika hyung menyatakan cinta lebih dulu, mungkin aku tidak akan mengejar Yeon
Hee noona,” tuturnya. Sejenak hatiku tersentuh. Aku tahu apa maksud dari
perkataannya. Ya, hal itu mungkin saja terjadi, kan? Jika dari dulu aku
menembak Yeon Hee noona, mungkin noona akan menjadi pacarku. Dan dengan begitu,
tak akan ada lagi laki-laki lain yang mengganggu noona, termasuk Jungkook.
“Kami sudah
bersama-sama selama dua tahun,” ujarku. “Dan aku rasa, Yeon Hee noona tidak
menyukaiku.” Jungkook hanya terdiam saat aku mengucapkan itu. Ia memasang wajah
antusiasnya yang membuatku terpaksa harus meneruskan curhatan ini. “Kami sering
jalan-jalan bersama, makan bersama, malah aku pernah menginap di rumah noona.
Tapi, aku tidak mendapatkan apapun atas perjuanganku itu. Dia selalu mengatakan
bahwa aku adalah dongsaeng yang sangat lucu. Itu berarti, dia hanya memandangku
sebagai adiknya, bukan sebagai namja.”
“Aku...”
“Jika kau
benar-benar mencintainya, berjuanglah! Dan aku akan mengusik setiap
gerak-gerikmu terhadap noonaku. Kau tahu, kau harus melangkahi mayatku dulu
sebelum bisa mendapatkan Yeon Hee noona. Karena aku adalah dongsaengnya.”
Akhirnya, aku mengakhiri pembicaraan itu dengan berat hati. Aku menepuk-nepuk
bahu Jungkook lalu beranjak dari toilet. Ya... aku rasa ini adalah akhir dari
perjuanganku untuk mendapatkan noona. Aku terlalu ciut untuk mengungkapkan
semuanya.
Selama berjalan
di koridor, aku menatap layar ponselku lalu mengetikkan beberapa kata.
‘Noona, saranghae’~Jimin.
Tak lama, sebuah
balasan dari Yeon Hee noona membuat layar ponselku berkedip.
‘Aku juga sangat
mencintai dongsaengku^^...’~My Noona.
***
#Jungkook POV @Dorm BigHit Ent.
Aku
menghempaskan diri di kasur. Hari ini sangat melelahkan. Apalagi tadi aku
terkena hukuman untuk membersihkan perpustakaan karena aku terlambat masuk ke
kelas saat jam istirahat telah selesai. Alhasil, Lee Seonsaengnim pun
memarahiku habis-habisan. Huh.. benar-benar guru killer!
Aku baru ingat
bahwa hari ini aku dan hyungdeul tidak ada jadwal latihan. Setelah menunggu
sekitar dua tahun lamanya, kami belum debut-debut juga. PD-nim bilang kami
harus mendapatkan satu anggota lagi agar kami bisa debut. Tapi masalahnya, tak
ada namja yang masuk ke agensi kami. Hhh, aku rasa aku dan hyungdeul akan
berakhir di tong sampah jika tak ada trainee yang masuk lagi.
Dorm sangat sepi
hari ini. Sepulang sekolah tadi, Hoseok, Tae dan Suga hyung mengajakku untuk
jalan-jalan ke pusat perbelanjaan Myeondeong. Tapi sayangnya, seperti yang
telah aku katakan tadi, aku terkena hukuman dan harus jamuran di perpustakaan.
Akhirnya mereka meninggalkanku begitu saja. Sedangkan Jin dan Namjoon hyung
pasti sedang bekerja. Ah, aku benar-benar bosan!
Aku langsung
meraih ponselku. Tiba-tiba saja aku ingin menghubungi Yeon Hee noona. Tapi,
baru saja aku menekan ikon pesan, perkataan Jimin hyung tiba-tiba saja
terngiang di kepalaku.
‘Jika kau
benar-benar mencintainya, berjuanglah! Dan aku akan mengusik setiap
gerak-gerikmu terhadap noonaku. Kau tahu, kau harus melangkahi mayatku dulu
sebelum bisa mendapatkan Yeon Hee noona. Karena aku... adalah dongsaengnya...’
Park Jimin. Hhh,
namja itu benar. Aku harus memperjuangkan perasaanku kepada Yeon Hee noona.
Tapi, apakah aku benar-benar harus menyatakannya lagi? Sedangkan Yeon Hee noona
tak pernah menjawab pernyataan cintaku. Dan itu semua gara-gara Park Jimin!
Ya, mungkin aku
harus mengusahakannya lagi. Karena jika aku tidak memperjuangkannya, aku tidak
akan pernah tahu bagaimana perasaan Yeon Hee noona terhadapku. Baiklah, aku
akan melakukannya!
#Author POV
Jungkook
langsung mengetikkan sebuah pesan dan langsung mengirimkannya kepada Lee Yeon
Hee. Tekadnya sudah bulat. Ia tidak mau berakhir seperti Park Jimin yang tak
pernah mengungkapkan perasaannya terhadap orang yang ia cintai.
‘Noona, maukah
kau jalan-jalan denganku malam ini? Ke sungai Han..’~Jungkook.
Ponsel Jungkook
bergetar. Sebuah balasan. ‘Molla. Memangnya kau sangat ingin ke sana? Apa tidak
ada teman lain yang bisa kau ajak?’~YeonHee Noona.
‘Tidak ada. Hyungdeulku
sibuk semua. Kali ini temani aku ya noona... Jebalyoo L aku akan meneraktirmu es
krim^^..’~Jungkook.
‘Chh... Kau
selalu bersikap seperti itu. Baiklah.’~Yeon Hee Noona.
‘Datanglah jam
tujuh ne?^^’~Jungkook.
‘Arra...’~YeonHee
Noona.
Jungkook meletakkan
ponselnya di meja nakas di samping tempat tidurnya. Ini baru jam lima sore.
Kalau begitu, ia akan tidur sebentar lalu bersiap-siap untuk menemui noonanya
nanti malam....
***
@Sungai Han
Yeon Hee
mendudukkan dirinya di sebuah bangku di dekat sungai Han. Ia menatap layar
handphonenya. Ah, sudah jam tujuh lewat lima belas menit. ‘Kenapa Jungkook
belum datang, ya?’ batinnya. Ia terus-terusan melirik ponsel, tapi hoobaenya
itu tak mengirimkan pesan apa pun sejak sore tadi. Mendadak, rasa curiga mulai
merambati hati Yeon Hee. Jangan-jangan Jungkook ngerjain dia, lagi. “It’s
impossible!” bantah Yeon Hee terhadap dirinya sendiri.
Karena tak mau
menunggu terlalu lama, akhirnya Yeon Hee pun mengirimi Jungkook pesan.
‘Neo eodiga? Aku
sudah ada di sungai Han. Jika kau tidak datang dalam 10 detik aku akan langsung
pulang.’~Yeon Hee. Sent!
Yeon Hee mulai
gelisah kala itu. Ia tak biasa keluar malam sendirian. Biasanya, ia akan
berjalan-jalan dengan Jimin untuk sekadar mengunjungi taman bermain atau
jalan-jalan di sekitar Myeongdeong. Tapi entah kenapa, malam ini Jimin tak
mengajaknya jalan-jalan. Bahkan, namja yang sudah ia anggap sebagai dongsaeng
itu tak mengiriminya pesan atau Kakao Talk. Biasanya HP Yeon Hee akan berbunyi
setiap saat karena Jimin selalu mengiriminya K-Talk tanpa henti. Dan sekarang,
Jimin tak menghubunginya sama sekali. Ah, ia merasa sangat kesepian.
PING! ‘Tengoklah
ke belakang..’~Jungkook.
Yeon Hee
mengerutkan alisnya. Tapi sedetik kemudian seutas senyum terulas di bibirnya.
Gadis itu menolehkan kepalanya ke belakang. Dan saat itu juga, pemandangan
indah terjadi begitu saja.
Berbagai bentuk
kembang api meletup di udara-membentuk bunga-bunga raksasa yang indah. Senyum
Yeon Hee semakin melebar kala sebuah kembang api meletup dan membentuk sebuah
hati. Dan lagi, ia terkejut dengan kehadiran Jungkook yang datang dari
temaramnya cahaya malam.
Baby baby geudaneun caramel macchiato
Yeojeonhi nae ipgaen geudae hyanggi dalkomhae
Baby baby tonight~
Baby baby geudaeneun caffe latte hyangboda
Pogeunhaetdeon geu neukkim gieokhago innayo
Baby baby tonight~
Jungkook
menyanyikan sebuah lagu untuk Yeon Hee. Ia menjulurkan kedua tangannya yang
tadi ia sembunyikan di baling punggung. Dan saat itu pula, mata Yeon Hee
langsung melebar. Sebucket bunga krisan warna-warni tertata indah di
hadapannya.
“Jungkook-ah,”
lirih Yeon Hee. Yeoja itu terharu. Ia tak bisa menghilangkan senyuman dari
bibirnya.
“Kau benar-benar
berusaha keras,” lanjutnya. “Gomawo~”
“Mm,” jawab
Jungkook. “Terimalah bunga ini noona.”
Yeon Hee pun
mengambil bucket bunga yang dipegang Jungkook. “Gomawo~”
“Oh iya, ini...”
Jungkook mengeluarkan sebungkus es krim dari saku jaketnya.
“Wah, ternyata
kau menepati janjimu!” ujar Yeon Hee. “Kemarilah.” Yeon Hee menepuk-nepuk
bangku, mengisyaratkan supaya Jungkook ikut duduk di sampingnya. Namja itu
berjalan dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya, lalu mendudukkan diri di
samping Yeon Hee.
“Apa noona sudah
lama menunggu?”
“Ne,” jawab Yeon
Hee sambil membuka bungkusan es krim. “Kau terlambat lima belas menit.”
“Hehe...
Mianhae. Aku membeli kembang api, bunga, dan es krim itu.. Jeongmal mianhae.
Noona suka kan dengan kejutanku?”
Yeon Hee
mengangguk. “Neomu choa~ Belum pernah ada yang memberiku kejutan seperti tadi.
Wah, rasanya benar-benar menakjubkan!” kali ini Yeon Hee berceloteh sembari
memakan es krim dari Jungkook.
“Geundae
Jungkook-ah, kenapa kau melakukan semua ini?”
Jungkook sedikit
berdeham sambil memalingkan mukanya. “Geunyang... aku hanya ingin melakukan itu
semua. Aku ingin membuat orang lain bisa bahagia. Dengan begitu... aku pun akan
merasa bahagia,” jelasnya sedikit berbohong.
Yeon Hee hanya mengangguk-anggukan kepalanya
sambil terus memakan es krim.
“Noona, apa kau
sudah memikirkan tentang universitas? Setelah lulus nanti, kau akan pergi ke
mana?”
“Aku? Mmm... Aku
tidak akan pergi ke universitas.”
“Wae? Noona kan
salah satu murid yang pintar. Kenapa noona tidak akan melanjutkan ke
universitas?”
“Hhh...” Yeon
Hee menghela napas. “Aku bosan berkutat dengan rumus terus. Lagipula,
cita-citaku bukanlah sesuatu yang memerlukan keunggulan di bidang akademik.”
“Maksud noona?”
alis Jungkook bertaut.
“Aku ingin
menjadi seorang polisi,” jawab Yeon Hee mantap. Kini es krim di tangannya
hampir habis.
“Polisi? Wae?”
oke, Jungkook tidak bisa menghilangkan ke-kepo-annya.
“Molla. Aku
hanya ingin menjadi polisi,” jawab Yeon Hee lagi. Kini es krim yang diberikan
Jungkook tadi sudah benar-benar habis. Yeon Hee mengambil bucket bunga yang
tadi diberikan Jungkook, lalu mencium aromanya. “Hhmm... aku tidak terlalu suka
bunga krisan,” ujarnya.
“Jinjja? Kalau
begitu, aku salah beli bunga...” desah Jungkook sambil memasang pouty face.
“Gwaenchana. Aku
akan memberikan ini pada eomma. Dia suka berbagai jenis bunga,” kata Yeon Hee
lembut. “Ngomong-ngomong, apa cita-citamu Jungkook-ah?”
“Naega? Mmm...
Aku ingin menjadi seorang musisi.”
“Jeongmal?
Wah... pantas saja suaramu bagus saat bernyanyi tadi. Apa orangtuamu merestui
cita-cita itu?”
Deg! Jungkook
langsung bergeming. Urat-urat lehernya langsung menegang kala ia mendengar kata
‘orang tua’. Damn! Persetan dengan mereka!
“Jungkook-ah,
wae geurae?”
“Huh? A-aniyo...
Tentu, mereka pasti mendukung cita-citaku, noona,” jawab Jungkook ragu.
Yeon Hee hanya
mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Jungkook
menghela napasnya. Orangtua? Chh, Jungkook hampir melupakan mereka. Ya, sudah
bertahun-tahun ia kabur dari rumah. Selama itu pula, orangtua Jungkook tak ada
yang mencarinya. Mungkin mereka sudah tak peduli lagi kepada Jungkook. Yang
mereka pedulikan hanyalah uang, kekuasaan, yang ujung-ujungnya menimbulkan
pertengkaran sehingga membuat mereka bercerai. Damn parents! Haruskah Jungkook
memikirkan mereka sementara mereka tak pernah memedulikan anaknya? Eomma...
Appa... pantaskah Jungkook memanggil mereka dengan sebutan itu?
‘Argh, kenapa aku
jadi memikirkan hal ini?’ batin Jungkook. Ia melirik Yeon Hee sekilas. Saat itu
pula, Jungkook baru teringat akan tujuannya mengajak Yeon Hee kemari. “Noona,”
panggil Jungkook.
“Wae?” tanya
Yeon Hee sambil menoleh ke arah Jungkook.
“Kali ini tolong
jawab pertanyaanku,” lirih Jungkook.
“Bukankah aku
selalu menjawabnya? Katakanlah! Aku akan menjadi pendengar yang baik,” ujar
Yeon Hee, senyum tulus mengembang menghiasi wajahnya.
“Noona,
saranghae~ Maukah noona menjadi yeoja chinguku?”
DEG! Senyum Yeon
Hee memudar. Ia mengalihkan pandangannya pada hamparan air yang menggenang di
sungai Han. Yeon Hee ingat, Jungkook pernah mengatakan hal ini, bahkan dua
kali! Tapi ia belum sempat menjawabnya karena Jimin selalu menariknya untuk
menjauhi Jungkook. Bahkan Jimin sempat memukul hidung Jungkook hingga berdarah
saat si berondong ini menyatakan perasaannya. Yeon Hee kembali menatap
Jungkook. Jungkook sangat manis, bahkan tampan. Sepasang maniknya bersih dan
bulat. Dan jangan lupakan kedua bunny teethnya yang selalu muncul saat ia
tersenyum. Jinjja... it’s cute!
Tapi, Yeon Hee
tak bisa merasakan getaran itu. Yeon Hee tak merasa jantungnya berdegup secara
abnormal. Yeon Hee tak merasakan panas di kedua pipinya. Dan Yeon Hee... ia
merasa... biasa-biasa saja.
Kali ini ia harus
menjawabnya. Ia harus mengatakan apa yang ia rasakan terhadap Jungkook. Karena
sekali lagi, Yeon Hee tak ingin memberikan harapan semu. Semua orang berhak
tahu. Dan semua orang berhak mendapat kejujuran.
“Mianhae
Jungkook-ah~” jawab Yeon Hee pelan.
DAMN! Jungkook
tahu ini akan terjadi. Argh, kuatkan hati Jungkook Tuhan...
“Aku tidak bisa
menjadi yeoja chingumu,” lanjut Yeon Hee.
.
.
.
Ngiiiikkk~~~~~~ :3