Selasa, 29 Juni 2021

Puisi BINTANG

 

 Bintang

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Senyap. Itulah aku

Dingin. Begitulah rasaku

Hening. Demikianlah keadaanku..

Bentangan asa begitu menggebu dalam jiwa

Menyiratkan rasa, bersenandung sya’ir cinta

Jiwa kosong tanpa cahaya

Haruskah aku tenggelam di dalamnya?


Bintang, tak bisakah kau temani malam kali ini?

Tak bisakah kau hadir meski hanya sekadar bertegur sapa?

Aku sendiri... Meringkuk dalam hening, terbaring dalam gelap


Bintang, taburilah aku dengan sejuta cahaya kasihmu

Agar aku merasa ramai... Agar aku merasa hangat


Bintang, izinkan aku untuk merindumu

Izinkan aku untuk mengharap hadirmu

Bintang itu kamu... Malam itu aku...

Dan bentangan asa ini, adalah sebuah kerinduan



Garut, 06 Maret 2015

Puisi MULUT-MULUT JELATA

 

MULUT-MULUT JELATA

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Apa?

Lihat apa?

Sorotmu tajam

Mengulitiku, hakimi semaumu


Resahku, gundahku, lelahku...

Tak pernah sebesar biji zarrah pun kau tahu

Peluhku, semangatku...

Tak pernah sedikit pun kau tahu


Tak peduli, bibirmu kecut!

Amarahku melaut!

Mulut-mulut jelata yang senantiasa kudengar

Benih-benih benci yang tiap hari kau tebarkan

Remuk!

Aku remuk!

Patah sudah semangat hidup yang telah kupupuk!

Karenamu! Mulut-mulut tak bertulang rusuk

 


Bandung, 25 Juli 2018

Puisi O!

 

O

Oleh: Annisa Febriyati Sari


O ...! O ...! O ...!

Tolong ....

O ...! O ...!


Langit ikut menangis

Kala seorang miskin berteriak

Menjerit di antara manusia

Namun, tak satu pun yang membuka.


O ...! O ...!

Terpejam, seakan buta

Menutup telinga, seakan tuli.

Tolong ..., O ...!

Tak sudikah sekiranya berbagi,

Mengulurkan urat nadi,

Untuk si miskin ... untuk selamatkan buah hati.

                                                                                                               Garut, 22 Januari 2016

Puisi Amarah

 

Amarah

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Lancang!

Hanya berani bermain punggung

Menghujam rusuk, tanamkan ngilu.


            Kejam!

            Hanya berani bergerombol

            Tak pernah mau, satu lawan satu.


Kau lontar bermacam cibiran

Kau tusuk aku dari belakang

Sirami aku dengan cairan tawa

Puaskah engkau, melihatku terhina?


Ingin aku membalas

Bukan belati, tapi sebuah hunusan pedang


            Tuk mencabik ruang udara itu

            Menusuk jantung, merobek hati


Berharap setitik belas kasih .... masih terpendam di dalam sana.

                                                                                                               

Garut, 22 Januari 2016

Puisi Jahannam

 

Jahannam

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Ada suara gaduh di serambi depan

Menjerit, melambungkan beban-beban

Mengoyak naungan yang tinggal papan

Api menyulut, hendak menyalahkan Tuhan.

            

Puluhan suara menjelma seribu gema

Memekik asa, menyudutkan jiwa

Hinggapkan rasa takut yang tak terkira,

saat mereka mencela, “Dasar wanita hina!”


Jahannam! Jahannam! Jahannam!

Remuk aku kala mendengarnya

Jahannam! Jahannam! Jahannam!

Ingin rasanya mati kala itu juga.

            

Semakin larut semakin meluap pula

Amarah-amarah, rasa benci

Seenak melempar dengan batu kali

Mencaci maki, karena kujual harga diri.


                                                                                                               Garut, 22 Januari 2016

Puisi Rindu

 

Rindu

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Senja berganti, bertahta malam

Embuskan angin kerinduan

Terpakan helai-helai hati

Menggelitik, menuntut pasti.


Awan berarak, menggumpal dalam gelap

Dentumkan suara-suara qalbu,

menuntut kasih dari Sang Penebar Rindu.


Senja kemarin, kita masih di sini

Duduk berdampingan, saling menggenggam tangan,

menjaga perasaan.

            

Senja hari ini, aku masih tetap di sini

Duduk sendirian, menggenggam batu nisan,

Lirihkan do’a, berusaha tegar ... menebar senyuman.

                                                                                                               Garut, 22 Januari 2016

Puisi Ramadhan Kala Itu

 

Ramadhan Kala Itu

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Januari,

Gerimis berderai membasahi bumi

Hapuskan tapak-tapak luka

Lenyapkan bekas-bekas lara.

Tak terasa, sudah berapa lama aku bersembunyi?

Berlari dari mimpi buruk yang selalu saja menghantui

Kejam.


Januari,

Haruskah aku terpuruk seperti ini?

Tersungkur dalam belukar masa lalu

Berharap semua kembali, seperti dulu.


Ingatkah kau ... ramadhan kala itu?

Saat kolak masih terasa manis,

saat pisang goreng terlihat menggiurkan,

saat semua berkumpul menunggu kumandang adzan,

aku bertanya ... ingatkah kau?


Tak ada canda, aku tak apa

Tak ada tawa, aku baik-baik saja

Tak ada shalat berjamaah, aku masih bisa munfarid

Namun jika tak ada Ayah, masihkah aku baik-baik saja?


                                                                                                               Garut, 22 Januari 2016

Puisi FANA

 

FANA

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Tersedot kami dalam buai

Terlena akan fana

Lupa akan Sang Kuasa

Berdiri angkuh, di tengah megah dunia


Kami lalai... karena acuh akan ayat-Mu

Kami terkurung... terperangkap dalam zaman,

dengan ego yang menjalar,

dengan dagu yang tengadah


Yaa Rabbi, angkuh kah aku yang ingin terus berpijak di bumi-Mu?

Angkuh kah aku yang terus menggerus kekayaan alam-Mu?

Angkuh kah aku, Yaa Rabbi? Angkuh kah?

Hingga aku enggan, untuk meninggalkan mewah dunia


Perlahan jiwa-jiwa mulai mati

Teringat aku akan nafsu birahi

Menggerus habis kekayaan dunia, dan lupa bersyukur atas nikmat-Nya


Kini, jiwaku menciut

Hartaku mengerut

Ragaku beringsut

Malu! Aku tersungkur!

Diri terhina... dalam buaian fana



Garut, 19 Januari 2016

Puisi MENGAPA?

 

MENGAPA?

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Kidung cinta, lautan kasih...

Dekapan lembut sang Maha Asmara

Membekas asa, mencipta raga


Dua puluh empat jam! Kidung itu masih terasa

Tiga puluh hari! Selimut kasih begitu hangat membalut asa

Sembilan puluh hari! Seolah hanya cinta yang ada

Namun, seratus dua puluh hari! Mengapa, kau membuangnya?


Hangat kasih tak kurasa lagi

Serpihan luka, buatku perih

Bendungan cinta bobol oleh suka

Di matamu, apakah aku hina?


Lakukan, lakukan, lakukan!

Tersayat aku saat mendengarnya

Singkirkan, singkirkan, singkirkan!

Begitu rendah kah arti kehidupan?


Kau cipta aku dalam mahligai cinta

Arungi bahtera kasih, tak peduli pasang purnama

Aku hidup dalam ruang sempit penuh dosa

Seratus dua puluh hari!

Mengapa Ibu, kau bunuh aku begitu saja?



Garut, 19 Januari 2016

Puisi LUPA

 

LUPA

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Saat raga tak tahu arah, jiwa mengerut

Tapaki ranjau-ranjau surut

Aku ... terenggut


Raga terkikis oleh dahaga

Terpuruk dalam tirai-tirai dosa

Tersudut dalam bayang-bayang hina

Haruskah kutunggu Izrail tiba?


Kau rengkuh aku dengan kasih

Balut aku dengan cinta

Bodoh! Hati malah bertanya

Apakah Engkau ... nyata?


Tuhan, Rabbi, Illahi ... sebutan apa itu?

Illah, Ghofur, Al-Mulk ... siapakah diri-Mu?

Apakah itu semacam gelar?

Ataukah panggilan semu semata?


Gema suara itu selalu memekakkan

Pagi, siang, sore, bahkan malam

Meraung-raung di dalam kepala

Seakan memanggil, mengajak bercengkrama


Bodoh! Dengan siapa pula aku harus bercengkrama?

Dengan siapa pula aku harus memenuhi panggilan?

Apakah dengan suara-suara itu?

Apakah dengan suara yang menyakiti telinga itu?

 

Arghh ...! Mengapa pula aku berteriak?

Mengapa pula aku menangis?

Tengoklah! Mulut-mulut itu terlalu kejam!

Sorot mata itu terlalu tajam!

Menghakimi yang lain seakan paling benar

Lalu berkata, “Untukmu, Jahannam!”


Sial! Sebutan apa lagi itu?

Apakah itu merupakan sebuah berlian?

Ataukah emas putih yang berkilauan?


Pergilah kau ke neraka! Pergilah wahai pendosa!


Tidak ...! Tidak ...!

Aku tak tahu apa itu neraka, pun tak mengerti akan pendosa

Aku tak tahu apa itu Jahannam! Aku tak tahu, sungguh tak tahu!


Sial! Beginikah cara-Mu menghukumku?

Membuatku lupa akan diri-Mu?

Tuhaaaaan ....

Masih pantaskah kujeritkan kata itu

Sedangkan ku telah lupa siapa diri-Mu?



Garut, 19 Januari 2016

Puisi Waktu

 Waktu

Oleh: Annisa Febriyati Sari


Detik ini, aku masih bisa melihatmu

Menit ini, aku masih bisa menatapmu

Jam ini, aku masih bisa bersamamu

Dan hari ini, aku masih berada di pangkuanmu


Tapi... itu untuk saat ini!

Bagaimana dengan detik berikutnya,

Menit berikutnya,

Jam berikutnya,

Serta hari berikutnya?

Akankah aku masih bisa bersamamu?


Gulir canda tawa...

Rangkaian sebuah cerita...

Akankah aku masih bisa mendengarnya?

Nasihat itu...

Kata-kata cerewet itu...

Masihkah aku bisa mendengarnya?


Beribu peluh telah kau kucurkan

Demi aku... demi membuatku hidup dalam kemahligaian

Beribu cara telah kau lakukan

Demi aku... demi membuatku hidup dalam kebahagiaan


Tapi... apa yang telah ku lakukan?

Apa yang telah ku korbankan demi engkau?

Tak ada cara, tak ada peluh...

Maafkan aku, Ibu

Karena aku tak pernah bisa membalas pengorbananmu

 

Garut, 2015

 

Puisi Bukan Salah Qalbu

 Bukan Salah Qalbu

Oleh: Annisa F.S


Deg! Jantungku bergetar

Deg! Deg! Ritmenya beralih cepat

Deg! Deg! Deg! Yaa Rabbii... Apa yang kurasa ini?


Kutatap sosok itu... biasa saja!

Tak ada yang istimewa

Kutatap sekali lagi...

Deg! Tak biasa... Jantungku berpacu kencang

Wahai Allah... tolonglah qalbu yang dirundung rindu ini...

Dapatkah Kau hentikan detakan ini sejenak? Hanya untuk membuat qalbuku menjadi normal kembali?


Duhai Rabbii...

Munafik! Dusta! Tak bisakah Kau buat aku menjadi begitu?

Gejolak rindu ini mendidih...

Siluet indah makhluk-Mu selalu terbawa mimpi...

Tatapnya, senyumnya, kearifannya...


Duhai Rabbi...

Aku tak bisa munafik!

Dzikirku tergerus...!

Imanku aus...!

Shalat malamku pupus..! Karena dia...

Dia... makhluk pemikat qalbu

Salahkah aku mencintanya?

Sarat hatiku akan cintanya

Tapi mengapa tidak dengan cinta-Mu?

Yaa Rabbi... Faghfirlii...



Garut, 06 Februari 2015

 

 

Sabtu, 26 Juni 2021

Cerita Pendek REUNI

 


Sakit kepala menyerang begitu hebat. Beberapa botol minuman terjatuh dan pecah. Aku hampir terpeleset dari tangga.


"Sialan. Seharusnya aku tidak boleh mabuk!"


Dengan dua botol yang tersisa dalam dekapan, aku berjalan menuju anak tangga terakhir. Melangkahkan kaki lebih lebar, untuk menghindari pecahan kaca dari botol minuman yang jatuh tadi.


Namun, keributan di ruang tengah mengejutkanku.


Alen, Vero, Zefa, dan Jovan tengah berteriak histeris seperti orang gila. Raut ketakutan begitu jelas pada wajah mereka. Sementara Raiga sudah tergeletak di sana.


Tak lama, Vero dan Zefa menjerit kala Alen mengarahkan gergaji mesin ke kakinya sendiri. Seiringan dengan bunyi putaran gerigi dan patahan tulang yang berpadu, darah segar menyembur ke mana-mana.


"TIDAK! ALENNN, TIDAK!!!" Vero menangis. Memeluk tubuh kekasihnya yang kini tak lagi bernyawa.


Sementara Jovan beringsut mundur. Ia melemparkan sebuah balok kayu kecil dari genggamannya. Dalam hitungan mili detik, ia memecahkan botol minuman kemudian menusukkan benda itu tepat ke perut Zefa.


Vero histeris lagi. Ia menjambak rambutnya lalu beringsut dari sana.


"Vero, sekarang giliranmu. Apa yang kau dapat?"


Aku bisa mendengar Jovan berkata lirih.


Vero mengeluarkan balok kayu lain dari dalam saku celananya. Lalu ia berkata, "Aku ... harus membunuhmu, Jovan."


Jovan mendadak murka. Pemuda itu hendak menyerang Vero dengan pecahan botol yang sama. Tapi gadis itu menghindar. Menendang Jovan dengan kakinya, kemudian meraih gergaji yang tergeletak di lantai.


Sebuah pemandangan paling mengerikan yang kulihat saat ini adalah, Vero memenggal kepala Jovan dengan gergaji mesin di tangannya. Beberapa saat kemudian gadis itu menjerit, melemparkan gergaji mesin itu ke sembarang arah.


Vero terengah. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan darah. Kala ia menyadari kehadiranku, ia berjalan mendekat.


"Zoya? Kau telah merencanakan semua ini, bukan?" 


Aku menggelengkan kepala dengan panik. Aku tidak mengerti! 6


Belum sempat Vero menggapai tubuhku, mendadak ia terbatuk. Napasnya tercekat seperti ringkikan kuda. Tak lama, darah menyembur dari mulutnya. Vero ... tiba-tiba terkulai tak berdaya.


Jantungku berdegup cepat. Aku berjalan menghampiri tubuh teman-temanku yang kini tak bergerak. Botol minuman alkohol yang tadi kudekap kini sudah menggelinding di bawah sana. Karpet bulu putih yang sedari tadi jadi tempat bercengkerama, kini penuh dengan genangan darah. 7


Aku meraih satu per satu balok kayu yang ada di sekitar mereka.


Balok kayu milik Raiga memiliki tulisan, "Bercintalah dengan kekasih temanmu. Jika tidak, kau akan segera mati." 


Dan tubuh Raiga tergeletak dengan busa yang memenuhi mulutnya.


Pada kayu balok milik Alen tertulis, "Ambil gergaji di samping perapian dan potonglah kakimu sendiri. Jika tidak, kekasihmu akan mati." 8


Perintah pada kayu balok milik Jovan berbunyi, "Bunuh Zefa. Atau nyawamu melayang sebentar lagi."


Sedangkan pada balok kayu milik Vero tertulis, "Bunuhlah Jovan. Atau hidupmu akan berakhir dalam 5 menit."


Dan terakhir, balok kayu milik Zefa. "Ambil pisau cutter di atas meja, lalu sayat lehermu sendiri di depan mereka." 9


Tangisku luruh. Dan balok kayu itu jatuh. Kini tanganku bergerak ke dalam saku celana, meraih benda yang sama seperti milik mereka.


Di sana terdapat tulisan, "Bersihkan kekacauan."


Seketika aku menyeringai. Kemudian meregangkan tanganku sambil menghirup bau darah yang memenuhi ruangan.


"Hhh ... sayang sekali Zefa belum melakukan tantangan miliknya. Senang bertemu dengan kalian, teman-teman. Ini adalah pesta reuni pertama yang saaangat menyenangkan! Hihi."



Sabtu, 19 Juni 2021

Review Anime : Tenkuu Shinpan / HIGH-RISE INVASION


Hayiii, I’m back~!

Jadi akutuh kehabisan bahan tontonan dan berakhir dengan nemuin serial anime berjudul Tenkuu Shinpan. Awalnya karena gak ngerti sama judul, tadinya ni anime mau diskip aja. Tapi lama-lama penasaran juga setelah liat sinopsisnya tentang ‘terdampar ke dunia lain’. Btw, sekarang aku lagi seneng-senengnya sama cerita yang mengandung unsur time travel, dunia paralel, dll.

Dan akhirnya, taraaa ....

Anime ini bercerita tentang seorang gadis SMA yang tiba-tiba terbangun di dunia lain. Ia terbangun di atap sebuah gedung dan bertemu dengan berbagai orang aneh bertopeng di sana. Berbagai hal mengerikan seperti kasus bunuh diri, hingga macam-macam pembunuhan telah ia saksikan. Ternyata, kakak gadis ini juga terperangkap di dunia yang sama, namun berbeda gedung.

Dalam perjalanannya untuk menemukan sang kakak, ia bertemu dengan gadis lain bernama Nise Mayuko yang nantinya akan menjadi sekutu. Bersama-sama mereka berjuang untuk menemukan  misteri di balik pengendali topeng dan dunia itu.

Pertama, ini anime jalan ceritanya seru menurutku. Karena dia mengusung tema pembunuhan juga kan. Yang mana itu adalah salah satu genre favorit aku pribadi.

Kedua, kalau kalian gabisa ngelihat sesuatu yang sadis atau banyaknya darah, aku peringatin buat jangan nonton anime ini. Karena setiap pembunuhan yang terjadi tuh lumayan eksplisit ditampilinnya.

Ketiga, aku gatau kalau anime ini emang mengusung konten girls love atau engga. Soalnya ni dua tokoh utama kok suka nge-blush wkwk. Kayak ambigu aja gitu setiap percakapannya tuh. Atau mungkin subtitle-nya yang salah apa gimana gw gatau.

Keempat, sayang bangetnya tuh anime ini terlalu sering menampilkan lekukan tubuh wanita ya. Padahal kalau hal itu diilangin, yakin 100% deh Tenkuu Shinpan bakal jadi serial favorit orang-orang sepanjang masa. Karena jalan cerita anime ini lumayan seru, berhasil bikin penasaran dan rela begadang buat tau lanjutan ceritanya kayak apa.

Btw, Tenkuu Shinpan ini juga endingnya gantung. Aku belum nyari info tentang season 2 nya sih. Tapi kalau misalnya emang bakal ada, w bakal nungguin karena penasaran dengan sistem dan orang-orang yang ada di balik topeng.

Last, hope u guys still healthy yaa! Bye bye~

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo