Prev>>“Dari tadi kau
memarahiku. Tidak seperti biasanya,” ucap Jimin. “Mungkinkah... noona sedang
kedatangan tamu?”
“Mwo?!”
.
.
Pletak! Satu
lagi. Dahi Jimin berhasil mendapat pukulan dari sendok Yeon Hee.
“Neo pabbo!”
umpat yeoja itu. “Cepat pergi dari sini! Aku membencimu Park Jimin!”
“Arraseo,
arraseo. Aku akan pergi!” Jimin langsung kabur dari kantin, meninggalkan Yeon
Hee yang terus memandang tajam ke arahnya.
“Mwoya? Kenapa
dia bisa tahu aku sedang datang bulan? Benarkah aku marah-marah?” gumam Yeon
Hee seraya kembali melanjutkan ritualnya*memakan baso aci*.
***
Seperti biasa,
Jimin akan datang ke kelas Yeon Hee saat pelajaran telah selesai. Namja itu
memasang wajah imutnya saat anak-anak kelas Yoen Hee berhamburan keluar
kelas*yah, ceritanya sih tebar pesona><*. Dan saat Yeon Hee keluar, namja
itu langsung merangkul bahu Yeon Hee dengan lengan kanannya.
“Yak! Jauhkan
tanganmu dariku!” Yeon Hee langsung menghempaskan tangan Jimin.
“W-wae? Biasanya
noona tidak pernah marah jika aku melakukan hal itu,” ungkap Jimin heran.
“Sudah
sepatutnya aku meluruskan sesuatu yang salah. Dan perilakumu barusan adalah hal
yang menyimpang! Jadi aku harus meluruskan sikapmu agar kau tak seenaknya
merangkulku lagi. Lagipula, aku lebih tinggi darimu, Jimin. Memangnya kau tidak
malu merangkul bahuku seperti itu? Kau itu kan...”
“Pendek!” potong
Jimin cepat. Namja itu langsung memanyunkan bibirnya. Sungguh, kata-kata Yeon
Hee kali ini benar-benar pedas.
“Hehehe...” Yeon
Hee terkekeh seraya menunjukkan jarinya yang membentuk V sign.
“Noona~!”
tiba-tiba seseorang menyeru dan langsung berlari kecil menghampiri mereka. Dan
saat itu juga, raut suram di wajah Jimin semakin menjadi kala orang tersebut
melakukan bow di hadapan Yeon Hee.
“Ah, annyeong
Jungkook-ssi,” sapa Yeon Hee. “Ada apa kau memanggilku?”
Jungkook yang
tengah nyengir itu pun menggaruk tengkuknya*ceritanya salting*. “Keuge...
M-maukah noona pulang bersamaku?”
“Mwo?” Jimin
langsung buka suara. “Andwae!” tegasnya.
Tentu saja hal
itu membuat Jungkook terpaksa harus mengalihkan pandangannya ke arah Jimin.
Meskipun kesal, ia mencoba untuk bersikap sesopan mungkin kepada sunbaenya itu.
“Oh, annyeong Jimin sunbae. Kau di sini juga,” sapa Jungkook basa-basi.
Jimin hanya
mencibir. Ia pun langsung meraih pergelangan tangan Yeon Hee dan menggenggamnya
dengan erat. “Yeon Hee noona akan pulang bersamaku. Pergi sana! Dasar bocah
ingusan!”
“Yak!” Yeon Hee
langsung mendaratkan pukulan di kepala Jimin. “Kenapa bicaramu kasar sekali,
eoh? Hhh... aku benar-benar lelah dengan sikapmu Jimin. Kau itu seperti anak
kecil!” umpat Yeon Hee yang kini tengah menjewer telinga Jimin.
“Yak, yak!
Appo!”
Jungkook yang
melihat hal itu pun hanya bisa mengulum seulas senyum. Ya, meskipun sebenarnya
ia cemburu dengan kedekatan Yeon Hee noona dengan Jimin. Mereka seperti...
err... ‘apakah mereka benar-benar pacaran? Kalau begitu, haruskah aku pergi?’
batin Jungkook.
“Oh, kalau
begitu aku pulang duluan noona.” Jungkook melakukan bow lagi.
“Ani,” ucap Yeon
Hee cepat. “Kau bisa pulang bersama kami. Bus kita sama, kan?”
“Ne?” mata
Jungkook langsung berbinar kala itu. Ah, ia benar-benar bahagia. “Jinjja?
Maksudku, noona tidak keberatan pulang bersamaku?”
Yeon Hee
menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Jimin yang tengah mengusap telinganya
yang memerah pun semakin menekuk wajahnya. ‘Mwoya! Kenapa noona bersikap manis
sekali kepada anak ingusan itu? Sedangkan kepadaku? Aish, ini benar-benar tidak
adil!’ rutuk Jimin dalam hati.
“Kajja
Jungkook-ssi,” ajak Yeon Hee ramah. “Kajja Jimin-ah,” dan nada bicaranya
berubah ketus saat mengajak Jimin. Dan itu berhasil membuat Jungkook terkekeh.
Ya, Jungkook pikir... Yeon Hee telah berpihak kepadanya.
***
#Jimin’s house
Kali ini Jimin
benar-benar kesal. Selama perjalanan pulang tadi, Yeon Hee dan Jungkook
mengobrol panjang lebar. Noonanya itu sama sekali tidak menghiraukan Jimin.
Tahu gimana rasanya? Kayak patung berjalan! Kacang, kuaci, buncis! Apa pun yang
sekeluarga dengan kacang, di sanalah posisi Jimin kala itu. Jimin benar-benar
tak habis pikir. Kenapa noonanya bisa bicara begitu manis terhadap Jungkook?
Sedangkan terhadap ia? Ah, Jimin tahu Jungkook itu tampan, dia juga junior yang
sopan. Tapi... ‘dia kan yaoi!’ batin Jimin.
Namja itu
menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya menerawang. Untuk apa Jungkook mendekati
Yeon Hee lagi sedangkan kemarin ia berkata bahwa ia mencintai Jimin? Aigo,
kenapa Jimin harus mengingat kata-kata itu lagi, sih? Atau jangan-jangan, dia
sengaja mendekati Yeon Hee agar bisa dekat dengan Jimin juga?
“Aish! Aku bisa
gila!” erang Jimin sembari menutup wajahnya dengan bantal.
“Jiminie, kau
tidak apa-apa, nak?” tanya eommanya dari luar kamar.
“Ne!” sahut
Jimin cepat. “Aku baik-baik saja eomma! Aku hanya sedikit... gila,” ujarnya
pelan saat menyebutkan kata ‘gila’.
“Kalau begitu
turunlah! Eomma sudah memasak untuk makan malam!” ujar eommanya lagi.
“Baiklah.” Jimin
segera bangkit dari kasurnya dan bergegas menyusul eommanya yang sedang menata
makanan di atas meja. Namja itu langsung duduk lalu mencomot sebuah perkedel(?)
yang dibuat eommanya.
“Yak! Cuci dulu
tanganmu!” ujar eommanya seraya memukul pelan tangan Jimin.
“Aku lapar,
eommaaaa,” rengeknya sambil terus mengunyah perkedel(?). “Appa belum pulang,
eoh?”
“Ani~ Appamu ada
lembur hari ini. Jadi dia tidak akan pulang,” tutur eommanya lembut. Wanita
paruh baya itu duduk di kursi yang berhadapan dengan Jimin.
“Ugh, dasar
workaholic!” umpat Jimin, meskipun ia tahu appanya tak akan mendengar kata-kata
anaknya itu.
“Hush! Itu juga
demi kehidupan kita, Jiminie... Terutama, itu demi masa depanmu nanti! Jika
appamu tidak bekerja, kita tidak akan bisa memakan makanan mewah seperti ini!”
ujar eommanya lembut.
“Makanan mewah
apanya? Cuma perkedel sama semur jengkol doang, kok!” bantah Jimin cepat.
Sang eomma
langsung mencondongkan tubuhnya ke arah Jimin serta menghadiahi anak
tercintanya itu sebuah pukulan dengan sendok.
“Kau ini!”
ujarnya gemas. “Hargailah makanan!”
“Appo! Ne, ne,
aku akan makan dengan baik eomma~” balas Jimin seraya menunjukkan eye smilenya.
Eommanya hanya
menggeleng lalu menyuapkan sesendok nasi. Makan malam kali ini berlalu dengan
keheningan. Sampai entah pada suapan yang ke berapa, dahi Jimin pun mulai
mengerut. Ia menatap eommanya ragu-ragu.
“Eomma,” panggil
Jimin.
“Ne? Wae chagi?”
“Apakah eomma
percaya bahwa... yaoi itu ada?” akhirnya, pikiran yang membebani kepala Jimin
pun kini keluar juga.
“Hm? Apa
maksudmu, nak?”
“Ani~ Hanya
saja, aku memiliki seorang teman yang... aneh. Kemungkinan besar, dia adalah
seorang yaoi,” tutur Jimin bohong.
“Lalu?” Nyonya
Park sama sekali tidak tertarik dengan topik pembicaraan yang dilontarkan
anaknya. Ia lebih tertarik menikmati semur jengkol(?) hasil racikannya sendiri.
“Lalu...
bagaimana pendapat eomma? Aku harus bersikap seperti apa? Apa aku harus
menjauhinya atau bagaimana?”
“Itu tergantung
padamu, nak. Jika kau merasa dia berbahaya, lebih baik jauhi dia. Tapi jauhi
dia secara perlahan dan jangan sampai menyakiti hatinya. Kau tahu, kan, eomma
tak pernah menyakiti hati siapa pun?*eeaaa* Anak eomma juga harus bersikap
seperti itu.” kali ini Nyonya Park memfokuskan semua jiwa raganya(?) untuk
Jimin.
Jimin
mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu, sebuah pertanyaan muncul lagi di
kepalanya. Meskipun ia tidak yakin, akhirnya ia memutuskan untuk menanyakannya.
Yah, seperti kata pepatah... Malu bertanya, sesat di jalan.
“Geundae
eomma... Jika temanku yang yaoi itu... menyukaiku... bagaimana?”
Damn! Nyonya
Park langsung membulatkan matanya. Tapi beberapa detik kemudian pandangannya
kembali melembut. “Memangnya dia sudah menyatakan perasaannya padamu, eoh?”
“A-ani~ Aku kan
hanya mengira-ngira saja eomma,” tukas Jimin cepat.
“Sudahlah, nak.
Makanlah! Jangan memikirkan hal-hal yang tidak-tidak!”
Jimin pun hanya
mengangguk dan kembali makan dengan khidmat/? ‘Apa yang kau pikirkan Jimin-ah?
Kenapa kau bisa menanyakan hal seperti itu? Aish...’
***
@Dorm BigHit Entertaiment
“Aigoo, badanku
benar-benar pegal,” keluh Yoongi sambil sesekali memijat lengannya.
“Ck... Masa baru
segitu udah capek! Bilang aja pengen istirahat!” sindir Jin pedas. Namja itu
langsung menghempaskan tubuhnya di sofa.
“Yak! Aku tidak
bercanda, bodoh!” umpat Yoongi kesal.
“Mwo? Kau
mengataiku apa? Bodoh?” teriak Jin yang langsung membulatkan matanya dengan
tajam.
“Ne! Aku
mengataimu bodoh!” teriak Yoongi tak kalah keras.
“Yak! Aku lebih
tua darimu Yoongi! Aku ini hyungmu!”
“Kau memang
hyungku, tapi skill danceku lebih baik darimu!”
“MWO? Kenapa kau
membicarakan kelemahanku, eoh?”
“Aish, kalian
berisik! Kenapa kalian selalu bertengkar, sih?” ujar pria bertubuh jangkung
yang datang dengan membawa seteko jus jeruk dan beberapa gelas dari dapur.
“Jin hyung yang
memulai duluan!” bela Yoongi.
“Ani~ Aku hanya
mengatakan yang sebenarnya Namjoonie~” sanggah Jin sembari mempoutkan bibirnya.
Namja yang dipanggil Namjoonie itu hanya memutar bola matanya dengan malas.
Mereka selalu saja begini. Bersikap seperti anak kecil.
“Kalian itu
seperti anak kecil, tahu!” ungkap Hoseok. Ia ikut duduk di samping Jin tanpa
mengalihkan pandangan dari ponselnya.
“Yak!
Berani-beraninya kau~”
“Jin hyung!”
sela Namjoon cepat. “Sudahlah... Hoseok hanya bergurau~”
Jin mendelik ke
arah Hoseok yang sedang terkekeh. Sedangkan dua namja lain yang berada di
hadapan mereka hanya bisa mengernyitkan dahi.
“Sebenarnya yang
paling muda di sini siapa, sih?” tanya Jungkook ketus, lalu menuangkan jus
jeruk yang dibawa Namjoon ke setiap gelas.
“Memangnya
kenapa, kook?” Taehyung duduk berselonjor di karpet sambil meneguk pelan jus
jeruknya.
“Ani~ Benar apa
kata Hoseok hyung. Jin hyung seperti anak kecil!” cibir Jungkook cuek.
“Yak! Kau!”
“Hyung...
sudahlah!” sela Namjoon cepat. Dan lagi-lagi, Jin harus menuruti apa kata sang
ketua. Namja itu melipat kedua tangannya di dada sambil sesekali mendengus ke
arah Namjoon.
Yang lain
tertawa saat melihat tingkah laku Jin. Ya, pria kelahiran tahun 1992 itu memang
masih bersifat kekanakkan. Bahkan sifat kekanakkannya itu melebihi Jungkook. Oh
ya, ngomong-ngomong soal Jungkook, dia memang namja yang paling muda di antara
mereka. Tapi hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa dia adalah namja
tergentle/? Sebenernya, dibilang gentle, sih, gak juga. Cuma Jungkook itu
orangnya to the point, jujur dan blak-blakan.
Mereka semua
berkumpul di ruang TV sembari meneguk jus jeruk masing-masing. Jin yang masih
merasa kesal akhirnya mencondongkan tubuhnya kepada Namjoon.
“Namjoonie~”
panggilnya sok imut*eeaa*
Namjoon hanya
berdeham kecil sebagai tanggapan. Ia melirik sekilas ke arah Jin yang sedang
beraegyo ria. Tapi sepertinya... ehem... jus jeruk kelihatan lebih manis
daripada aegyonya Jin.
“Namjoonie~”
panggil Jin lagi, yang terpaksa membuat Namjoon beralih dari es jeruknya dan
memandang malas ke arah Jin.
“Wae hyung?”
tanya Namjoon datar.
“Kenapa kau
selalu pilih kasih, eoh?” tanya Jin ketus, membuat namja lain yang berada di
sana langsung terkekeh geli. Tak terkecuali Yoongi. Ya, namja manis yang
notabenya sebagai rival Jin itu langsung menertawakan Jin dengan keras.
“Hahahaha...
Pertanyaan macam apa itu? Aigoo~ Uri Jinie ingin belas kasihan eoh?
Huahahaha..” kali ini tawa Yoongi meledak.
“Yak!” Pletak!
Sebuah jitakan berhasil mendarat di dahi Yoongi. Jin yang melihat peristiwa
tersebut pun mati-matian menahan tawanya.
“Lihat hyung.
Aku tidak pilih kasih,” ucap Namjoon. “Siapa pun yang bertingkah kekanakkan
akan aku pukul dengan ini.” Namjoon mengangkat sebelah tangannya yang terkepal.
“Yak,
Namjoon-ssi, sejak kapan kau berani menoyorku eoh?” protes Yoongi.
“Sudahlah
Yoongi-ssi, aku sedang tidak mood untuk berdebat hari ini.” Namjoon
mengibaskan-ibaskan telapak tangannya bahwa ia sedang tidak ingin bertengkar.
“Oh iya, kalian
tidak akan berangkat kerja?” tanya Hoseok yang sekarang sudah tak lagi
memainkan HPnya.
“Oh iya, aku
lupa!” ujar Jin. Ia segera beranjak dari sofa dan bergegas masuk ke kamar untuk
mengambil tasnya. Setelah itu, ia langsung pamit dan menghambur ke pintu.
Begitu juga dengan Namjoon. Setelah berganti pakaian dan menata rambut dengan
secepat kilat, ia langsung menghambur keluar dorm.
Hoseok, Yoongi,
Jungkook dan Taehyung menggelengkan kepala mereka bersamaan. Ya, hal ini sering
terjadi. Setelah latihan dance dan istirahat sebentar, pasti Jin dan Namjoon
akan pergi keluar dorm untuk kerja sambilan.
Jin bekerja di
sebuah minimarket kecil yang jaraknya tak begitu jauh dari dorm. Ia sengaja mengambil
shift malam. Ya, supaya latihan-latihannya tidak terganggu. Jin adalah lulusan
sebuah SMA swasta di Daegu. Ia tinggal di sebuah yayasan sejak berumur delapan
tahun. Orangtuanya meninggal karena sebuah kecelakaan mobil(Cuma itu sih yang
Jin tahu), dan hal itu menyebabkan ia harus rela banting tulang hanya untuk
mendapat sesuap nasi*etdah*. Selama ini ia berjuang sendirian. Segala pekerjaan
yang mungkin bisa ia lakukan, ia jalani dengan baik. Dan sesekali ia bersandar
kepada pihak yayasan jika ia benar-benar tidak punya uang. Sampai akhirnya,
setelah ia lulus SMA, ia merantau ke Seoul dan bertemu dengan Namjoon di sebuah
SPBU. Jin yang waktu itu tengah bekerja sebagai pengantar pizza pun tertegun
saat menyimak kelakuan Namjoon dalam melayani para pengendara. Namja bertubuh
jangkung itu mengisi setiap tank kendaraan sambil bersenandung. Atau mungkin...
lebih tepatnya nge-rap. Tak ayal banyak pengunjung yang memaki kelakuan
Namjoon. Tapi tak sedikit pula yang mengagumi keahlian namja itu. Dan salah
satunya adalah... Jin. *ceritanya ini lagi
flashback yaak*
Lama-lama, Jin
tertarik juga dengan kebiasaan Namjoon itu. Ia sering membawa ‘motor pengantar
pizza’nya ke SPBU tempat Namjoon bekerja. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk
menjalin persahabatan dengan Namjoon. Ia belajar banyak dari Namjoon mengenai
olah vocal, rap, dan dance. Entah kenapa, hal itu membuat Jin tertarik. Sampai
pada suatu hari, Namjoon membawa Jin ke sebuah tempat. Bisa dikatakan, itu
adalah basecamp dan tempat tinggal bagi Namjoon. Tempat tersebut terletak di
bawah tanah.
Saat Jin masuk
ke dalam basecamp tersebut, ia langsung disambut oleh empat orang lainnya. Ya,
siapa lagi kalau bukan Yoongi, Hoseok, Jungkook, dan Taehyung. Melihat mereka,
membuat Jin sedikit terharu. Ya, Jin hampir menangis kala itu. Karena baginya,
mereka adalah keluarga baru bagi Jin. Sikap hangat mereka, tingkah konyol
mereka, dan semua hal-hal bodoh yang mereka lakukan berhasil membuat tawa Jin
kembali terukir. Kala itu, Jin pernah bertanya kepada Namjoon. “Namjoon-ssi,
darimana kau mendapatkan orang-orang seperti mereka?”
Namjoon yang
mendengar hal tersebut hanya mengulas sebuah senyum. Ia memerhatikan keempat
namja yang masih heboh bersenda gurau. “Aku tidak mendapatkan mereka,” jawab
Namjoon. “Tapi takdirlah yang mempertemukan kita.”
Seketika itu
juga, air mata Jin langsung jatuh. Takdir. Ah, ternyata ada pula takdir yang
berjalan begitu manis. Seperti perkumpulan yang telah tercipta di antara
Namjoon dan keempat temannya.
“Bagaimana cara kalian
bisa bertemu?” tanya Jin, suaranya terdengar serak.
“Entah,” ucap
Namjoon. “Kami bertemu begitu saja.”
Jin mengangguk
pelan. Satu pertanyaan lagi yang keluar dari mulutnya. Pertanyaan yang berhasil
membuat Namjoon terperangah. “Lalu... bagaimana cara kalian bisa tertawa?”
Namjoon
merangkul lembut bahu Jin saat ia melihat sebuah alur di kedua pipi teman
barunya itu. “Kau tidak akan percaya ini,” ujar Namjoon pelan. “Di balik semua
tawaan itu, mereka memiliki luka yang dalam.”
“Apa maksudmu
Namjoon-ssi?” tanya Jin sedikit terisak.
Telunjuk Namjoon
mengarah kepada seseorang yang kini tengah berjoget ria. “Dia Jung Hoseok. Orangtuanya
seorang workaholic. Meskipun ia terlahir dari keluarga kaya, tapi ia pernah
bilang bahwa ia tidak bahagia. Ya, mungkin ia bisa mendapatkan barang apa pun
dengan uang orangtuanya. Tapi ada satu hal yang tak bisa ia dapatkan dengan
uang...”
“Apa itu?” tanya
Jin penasaran.
“Perhatian
orangtuanya.”
Sejenak Jin
termenung. Ia menatap Jung Hoseok yang masih saja bercanda. Benar-benar seperti
tak punya beban. Namja itu tertawa dengan lepas.
“Itu Min
Yoongi,” tunjuk Namjoon kepada seorang namja berkulit putih yang duduk di bahu
sofa sambil tertawa. “Saat ini ayahnya berbaring di rumah sakit. Dia juga
golongan orang kaya. Ibunya selingkuh dengan asisten ayahnya dan kabur ke
Vietnam. Sebab itulah, ayahnya menjadi seorang pemabuk berat. Perusahaan mereka
bangkrut, dan ayahnya sakit-sakitan. Tapi...”
“Tapi dia masih
bisa tertawa dengan bahagia,” potong Jin cepat.
Namjoon
mengangguk. Lalu ia menunjuk ke arah namja lainnya, yang kini tengah berjoget ria
dengan Jung Hoseok. “Dia Kim Taehyung. Ibunya seorang rentenir-“
“Buruk,” ujar
Jin.
“Ya. Tapi bukan
hal itu yang membuat ia membenci ibunya,” tutur Namjoon. Jin hanya memandangnya
dengan rasa antusias. “Ibunya pernah berkata bahwa Kim Taehyung adalah anak
yang bodoh. Dan hal itu membuat Taehyung uring-uringan. Ia belajar keras untuk
mendapatkan pujian dari eommanya. Setiap malam ia membaca, belajar, mengerjakan
PR, dan ketika ia mendapat peringkat pertama di sekolah, ibunya sama sekali tak
peduli...”
Jin hanya
menatap sendu ke arah namja yang bernama Taehyung itu.
“Dan satu lagi,”
Namjoon menunjuk seseorang yang tengah tertawa di sofa sambil memegangi
perutnya. “Itu Jeon Jungkook. Dia juga termasuk orang kaya. Tapi orangtuanya
sering bertengkar dan dia memutuskan untuk kabur dari rumah.”
“Separah
itukah?” sela Jin lagi.
“Mm..” Namjoon
mengangguk. “Malah baru-baru ini ada kabar yang mengatakan bahwa sekarang
orangtuanya sudah bercerai. Tapi untunglah, hal itu tidak membuat Jungkook
semakin terpuruk. Mereka semua masih duduk di bangku SMA dan sekolah di SMA
yang sama.”
Jin terdiam.
Beberapa detik kemudian ia mulai membuka mulutnya lagi. Meskipun ragu, tapi
akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutnya. “Bagaimana denganmu? Kau
kelihatan masih muda, apa kau tidak sekolah juga?”
Namjoon menghela
napas lalu menggelengkan kepalanya. “Aku kabur dari rumah,” ujarnya. Melihat Jin
yang tak bereaksi apa-apa, Namjoon pun melanjutkan, “Ibuku meninggal saat aku
masih kecil. Dan ayahku, dia seorang tikus-bahkan mungkin lebih buruk dari
tikus. Aku mencintai musik dan bercita-cita menjadi seorang musisi. Tapi ayahku
menentangnya. Ia akan melakukan apapun agar aku tak berkecimpung di bidang
musik. Tapi kau tahu? Hal itu membuatku menderita. Aku hanya ingin membuktikan
kepada ayahku bahwa aku bisa mencari uang dengan kemampuanku sendiri. Bukan
dengan mencuri harta orang lain. Lagipula, aku tidak mau terus-terusan hidup di
bawah naungan uang kotor.”
“Maksudmu,
ayahmu seorang...”
“Koruptor,”
pungkas Namjoon. Seketika itu pula air mata Jin meluncur kembali. Ternyata,
masih banyak orang yang menderita seperti dirinya. Tadinya ia mengira jika
orang-orang kaya selalu hidup bahagia. Tapi ternyata, prasangkanya salah. Satu
hal yang ia pelajari hari ini-yaitu-kebahagiaan tak pernah memandang status
manusia.
“H-hey kenapa
kau menangis?” tanya Namjoon khawatir saat isakkan Jin semakin keras.
“A-aku hanya...
hiks... Kalian orang-orang yang hebat hiks, bolehkah aku... berteman dengan
kalian?” tanyanya sesenggukkan.
“Tentu saja.
Kami berteman dan menerima siapa saja,” tegas Namjoon sambil tersenyum, membuat
perasaan Jin menjadi lebih lega.
Semenjak itu,
mereka selalu hidup bersama. Tak ada hari tanpa pertengkaran, candaan, dan
tawaan yang membuat pikiran mereka bisa melupakan setiap beban kehidupan.
Mereka pun mempunyai hobi yang sama. Musik! Dan satu lagi... Menari! Persamaan
itu membuat ikatan kekeluargaan mereka semakin erat. Mereka sering mengcover
lagu-lagu bahkan dance beberapa idol group. Mereka juga sering mengadakan
pertunjukkan jalanan agar bisa mendapatkan uang. Berbagai kompetisi pun tak
pernah mereka lewatkan. Sampai pada suatu hari, saat mereka sedang mengikuti
sebuah audisi dance cover, seorang perusahaan merekrut mereka dan berencana
membuatkan panggung untuk mereka sendiri. Ya, di sinilah mereka saat ini. Tergabung
dalam masa trainee di bawah naungan agensi Big Hit Entertaiment. Bersama.
***
“Hhh... aku
bosan~!” ujar Jungkook sambil menengadahkan kepalanya. Mereka masih berada di
ruang TV. Jungkook bersandar di sofa, Hoseok yang sekarang sedang tengkurap di
karpet sambil menatap ponselnya, Yoongi yang asyik menguap dan Taehyung yang
sibuk mengover-over channel TV.
“Apa kalian
tidak ingin tidur? Ini sudah malam,” balas Yoongi sambil menguap.
“Ani, hyung. Aku
belum mengantuk,” jawab Jungkook yang mendapat anggukkan dari Hoseok dan
Taehyung. “Ah! Lebih baik aku hubungi Yeon Hee noona saja. Siapa tahu dia belum
tidur,” ujarnya ceria sambil mengeluarkan ponsel.
“Kau belum
menyerah juga, eoh?” tanya Hoseok ketus.
“Aku tidak akan
pernah menyerah, hyung. Aku bukan Hoseok hyung yang menyukai seseorang tapi tak
pernah berani untuk mengungkapkannya.”
“Yak! Aku
bukannya tak berani! Aku hanya menunggu waktu yang tepat saja..” Hoseok ngeles
nih -_-
Yoongi dan
Jungkook pun hanya terkekeh geli.
“Oh iya, Kook.
Kau ingat dengan namja kemarin?” tanya Taehyung tiba-tiba. Otomatis hal itu
membuat Hoseok dan Yoongi mengalihkan perhatian mereka kepada Taehyung.
“Maksudmu namja
yang mana, hyung?” alis Jungkook mengerut.
“Itu lho, yang
waktu kita main TOD-an,” jawab Taehyung. Jungkook berpikir sejenak. Beberapa
saat kemudian...
“Oh! Namja
pendek itu?”
“Yak! Siapa yang
kau sebut pendek?” semprot Yoongi.
“Hehe, ani~ ani~
Bukan Suga hyung, kok,” ujar Jungkook sambil menunjukkan gigi kelincinya.
“Namja yang namanya Jimin, kan? Hhh... Aku benar-benar membencinya. Dia selalu
menggagalkan moment indahku dengan Yeon Hee noona,” lanjut Jungkook sambil
memasang tatapan sendu.
“Haha... Mungkin
dia terlalu mencintai Yeon Hee,” timpal Hoseok. “Tapi apakah kau ingat dengan
ekspresinya waktu Jungkook mengucapkan kata-kata itu? Wah... aku kira dia bukan
namja yang gentle,” cibirnya lagi sambil tertawa. Taehyung pun ikut tertawa
bersama Hoseok. Sedangkan Yoongi hanya memasang wajah -_- karena dia gak ngerti
dengan apa yang dibicarain sama mereka. Sedangkan Jungkook... ia langsung
memasang wajah -_____-. Ia ingat kejadian waktu itu. Ah, benar-benar memalukan!
#Flashback On
Seperti biasa,
setiap jam istirahat halaman sekolah akan dipenuhi oleh para siswa. Tak
terkecuali Jungkook, Hoseok dan Taehyung juga sedang bersenda gurau di halaman
tersebut. Mereka duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon kelapa(?). Tak
berapa lama, mata Jungkook menangkap sosok yeoja yang ia sukai. Siapa lagi
kalau bukan Yeon Hee? Gadis itu tengah duduk sambil menekuk wajahnya di salah
satu bangku yang jaraknya lumayan jauh dengan bangku yang Jungkook tempati.
Tapi namja itu masih bisa melihat dengan jelas wajah tambatan hatinya*eaa.
“Kookie, apa
yang sedang kau lihat?” tanya Taehyung sambil mengalungkan sebelah lengannya di
bahu Jungkook.
“Pasti yeoja
itu,” celetuk Hoseok yang sedang bersandar di bangku taman. Jungkook pun hanya
nyengir lebar saat mendengar itu.
“Yak,” ujar
Taehyung tiba-tiba. “Bagaimana kalau kita main TOD?”
“TOD? Ani~ ani!
Aku selalu jadi korban kalau main itu!” seru Hoseok ketus.
“Yak! Kau takut,
eoh? Ish, dasar pengecut!” ledek Taehyung yang langsung mendapat toyoran dari
Hoseok.
“Dasar anak
tidak sopan! Aku ini sunbaemu, Tae!” ungkapnya kesal.
“Ne, ne, mianhe
Hoseok hyung!” Taehyung menyahut dengan memberi penekanan pada kata ‘hyung’.
Mereka berdua
saling melempar ejekan. Sementara Jungkook, namja itu anteng memandangi wajah
cemberut Lee Yeon Hee. Tapi ada satu hal yang membuat senyuman Jungkook
memudar. Seorang namja tiba-tiba datang mendekati Yeon Hee dan langsung
merajuk. Ugh, hati Jungkook langsung panas kala itu. ‘Anak itu selalu muncul di
mana-mana,’ batinnya kesal. Ya, siapa lagi namja*yang menurut Jungkook*lebay
dan menyebalkan di sekolah ini selain Park Jimin? Ya, namja itulah yang telah
menonjok hidung Jungkook tempo hari. Untung idung Jungkook gak jadi pesek.
Kalau pesek? Tamatlah Bities!!*plak! Abaikan ><*
“Heh Jungkook,
mau ikut TOD-an gak?” tanya Taehyung tiba-tiba. Setelah pergulatannya dengan
Hoseok tadi, akhirnya Taehyung keluar sebagai pemenang dan berhasil membujuk
Hoseok untuk ikut TOD.
Jungkook melirik
Taehyung dengan malas. Hatinya lagi panas saat ini, eh, malah diajak maen yang
begituan. Kan jadinya males -_-.
“Iyain aja,
Kook!” seru Hoseok. “Daripada lo bonyok kayak gue!”
Oh, Jungkook
melupakan Hoseok. Dan mata namja imut itu langsung membulat saat melihat
penampilan Hoseok yang udah gak berbentuk(?)
“Tae hyung, apa
yang sudah kau lakukan terhadap Hoseok hyung?” tanyanya khawatir. Jungkook
langsung ngelus-ngelus pipi Hoseok yang memar gara-gara kena pukul Taehyung.
“Habisnya Hoseok
hyung rese, sih!” ujar Tae sambil menjulurkan lidah. “Gimana? Mau kan main
TOD?”
“Iyalah,
iyaaa...” ucap Jungkook akhirnya.
Tae pun langsung
mengeluarkan botol yang entah ia dapat dari mana. Mereka duduk bersila di tanah
berumput dekat bangku. Dan dengan smirk evilnya, Tae langsung memutar botol.
Tik...tik...tik...*bayangin suara botol muter* Grep! Botol berhenti ke arah
Jungkook.
“Wahh~ truth or
dare?” tanya Tae bersemangat.
“Dare...” jawab
Jungkook malas.
“Aku yang
memberi perintah!” sahut Hoseok cepat.
“Yak, bagaimana
bisa begitu!” protes Tae tak terima.
“Sudahlah! Nanti
kalau Jungkook kena lagi, kau yang memberi perintah! Aegyesso?” kata Hoseok
tegas. Jungkook hanya memutar bola matanya sambil menggelengkan kepala
sedangkan Taehyung, ia hanya mendengus kesal.
“Chh, baiklah
Tuan Jeon, kemarilah!” seru Hoseok lalu membisikkan sesuatu di telinga
Jungkook. Jungkook sempat tertegun saat mendengar perintah yang disampaikan
Hoseok. Tapi apa boleh buat. Ia terlanjur memilih dare...
“Hyung ngomong
apaan, sih? Kok Tae gak dikasih tau!” ujar Tae sambil mempoutkan bibirnya.
Hoseok hanya nyengir
zebra. “Kook!” serunya. “Kajjaaaa!”
BUG! Tiba-tiba
Jungkook langsung meninju wajah Taehyung.
“YAK!” teriak
Taehyung yang langsung disambut dengan tawaan keras dari Hoseok.
“Mianhe Tae
hyung. Hoseok hyung memerintahkanku agar melakukan itu,” tutur Jungkook dengan
wajah polosnya.
Tae meringis.
“Kau!” tunjuk Tae tepat di hidung Hoseok.
“Hahaha...
rasakan pembalasanku, Tae!” ujarnya sambil cekikikkan.
“Sudahlah, ayo
kita main lagi!” tukas Tae.
“Aish, dia masih
saja mau melanjutkan permainan ini,” gumam Jungkook.
Tik..tik..tik..
Botol diputar lagi dan...... eng ing eng.... Jungkooklah yang kena!
“Yeay! Sekarang
aku yang memberi perintah! Hahay..” ujar Taehyung girang.
“Yak, aku kan
belum memilih truth atau dare,” komen Jungkook.
“Eits, tapi tadi
Hoseok hyung bilang ‘kalau Jungkook kena lagi, kau yang memberi perintah!
Aegyesso?’” Tae menirukan gaya bicara Hoseok tadi. Dan kala itu juga, Jungkook
langsung memberikan deathglare kepada hyungnya.
“Sudahlah, Kook.
Turuti saja!” kata Hoseok tak ambil pusing.
Taehyung pun
tersenyum penuh kemenangan saat mendapat anggukan bersedia dari Jungkook. Namja
itu berpikir sejenak. Kira-kira dia bakal ngasih perintah apa ya ke Jungkook?
Beberapa tahun
kemudian....(di planet Alien ya :v)
“Aha!” seru Tae.
“Kau... harus menyatakan cinta kepada orang yang ada di sana!” telunjuk Tae
menunjuk ke sebuah sudut.
“Kepada Yeon Hee
noona? Wah, tentu saja aku akan melakukannya!” ucap Jungkook riang.
“Ani!” sergah
Tae. “Bukan Yeon Hee noona. Tapi kepada namja yang sedang bersamanya!”
“MWO?” ucap
Jungkook dan Hoseok berbarengan. Hoseok langsung menggemakan tawa sedangkan
Jungkook malah memajukan bibirnya.
“Kau gila, ya?
Aku tidak mau!” tolak Jungkook mentah-mentah.
“Yak, ini
kesepakatannya tau!” ujar Tae tak mau kalah.
“Bahkan aku
belum memilih truth atau dare,” gumam Jungkook. “Ini semua gara-gara Hoseok
hyung, sih!” ujarnya kesal.
“Haha... Mian,
mian... Sudahlah lakukan saja! Memang apa salahnya sih menyatakan cinta kepada
namja?” ujar Hoseok yang langsung berhigh five ria dengan Taehyung.
“Aigoo~” keluh
Jungkook. “Shirreo shirreo! Aku tidak mau melakukannya!”
“Kalau kau tidak
mau melakukannya, kau harus mencuci semua pakaian hyungdeul di dorm selama satu
bulan. Otte? Kau mau pilih yang mana hm?” tawar Taehyung dan Hoseok yang masih
ketawa nista. *PoorKookie~
“Aish...
Baiklah-baiklah, aku akan melakukannya!”
“Oh iya. Nama
namja itu Jimin, kan?” tanya Hoseok kepada Taehyung.
Yang ditanya
mengangguk. “Mmm... Kelasnya tepat di sebelah kelasku.”
“Gue gak nanya
keles,” cibir Hoseok.
“Nah, Jungkook-ssi,
kau harus berkata ‘Saranghae Jimin-ah!’...” ujar Taehyung sambil beraegyo.
“Mwoya! Itu
menggelikan!” protes Jungkook.
“Haha.. Turuti
saja apa kata Taehyung! Ppalli!” suruh Hoseok.
Dengan perasaan
yang begitu berat, Jungkook pun bangkit dari duduk bersilanya. Ia membenarkan
sedikit kerah seragamnya. Aigoo, benarkah ia harus mengatakan hal itu?
Haruskah?
“Oh iya, Jeon,”
seru Hoseok. “Kau harus mengatakan itu dengan penuh perasaan, ne? Seperti saat
kau menembak Lee Yeon Hee! Haha... Arraseo?”
“Arra~” jawab
Jungkook malas. Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan hal itu dengan penuh
perasaan? Dan satu lagi. Jangan pernah bandingkan perasaannya terhadap Yeon
Hee. Karena Jungkook mencintai Yeon Hee dengan sepenuh hatinya. Sedankan Jimin?
Namja sok ganteng yang telah memukul hidungnya itu...? OMG! Jungkook bisa
mendadak gila dengan permainan ini!
“E-eh, dia
datang Kook!” seru Taehyung dan Hoseok gelagapan. Mereka saling melempar
tatapan blank satu sama lain, seakan mengirimkan sebuah sinyal yang mengatakan
‘Mau ngapain dia ke sini?’
Jungkook yang
tadinya sedang memejamkan mata pun semakin mempererat pejamannya. Dadanya naik
turun tak beraturan. Sekali lagi hatinya bertanya, ‘haruskah aku mengatakan
ini?’
Dan tap...
tap... tap... Jungkook mulai merasa langkah Jimin semakin mendekatinya. Dan
setelah jarak di antara mereka cukup dekat*padahal cuma semeter setengah*
akhirnya Jungkook membuka mata dan... “Saranghae Jimin-ah!” yess, akhirnya
kata-kata itu keluar juga!
“Hanboman!”
bisik Taehyung jail. “Sekali lagi!”
“Saranghae
Jimin-ah!” ulang Jungkook lagi, kali ini lebih tegas dan... berperasaan?
Dan seketika itu
juga, Jimin langsung terbatuk-batuk dan langsung ngibrit dari hadapan mereka.
“Ugh... Haruskah
aku melaundry mulutku?” gumam Jungkook saat Jimin sudah menjauh. Sementara
Hoseok dan Tae mati-matian menahan tawa mereka.
#Flashback End
.
.
.
.
TBC~
0 komentar:
Posting Komentar