Senin, 20 Juli 2015

FF Jikook BTS Still Dancing Part 4



Prev>>“Dari tadi kau memarahiku. Tidak seperti biasanya,” ucap Jimin. “Mungkinkah... noona sedang kedatangan tamu?”

“Mwo?!”
.
.

Pletak! Satu lagi. Dahi Jimin berhasil mendapat pukulan dari sendok Yeon Hee.
“Neo pabbo!” umpat yeoja itu. “Cepat pergi dari sini! Aku membencimu Park Jimin!”
“Arraseo, arraseo. Aku akan pergi!” Jimin langsung kabur dari kantin, meninggalkan Yeon Hee yang terus memandang tajam ke arahnya.
“Mwoya? Kenapa dia bisa tahu aku sedang datang bulan? Benarkah aku marah-marah?” gumam Yeon Hee seraya kembali melanjutkan ritualnya*memakan baso aci*.
***
Seperti biasa, Jimin akan datang ke kelas Yeon Hee saat pelajaran telah selesai. Namja itu memasang wajah imutnya saat anak-anak kelas Yoen Hee berhamburan keluar kelas*yah, ceritanya sih tebar pesona><*. Dan saat Yeon Hee keluar, namja itu langsung merangkul bahu Yeon Hee dengan lengan kanannya.
“Yak! Jauhkan tanganmu dariku!” Yeon Hee langsung menghempaskan tangan Jimin.
“W-wae? Biasanya noona tidak pernah marah jika aku melakukan hal itu,” ungkap Jimin heran.
“Sudah sepatutnya aku meluruskan sesuatu yang salah. Dan perilakumu barusan adalah hal yang menyimpang! Jadi aku harus meluruskan sikapmu agar kau tak seenaknya merangkulku lagi. Lagipula, aku lebih tinggi darimu, Jimin. Memangnya kau tidak malu merangkul bahuku seperti itu? Kau itu kan...”
“Pendek!” potong Jimin cepat. Namja itu langsung memanyunkan bibirnya. Sungguh, kata-kata Yeon Hee kali ini benar-benar pedas.
“Hehehe...” Yeon Hee terkekeh seraya menunjukkan jarinya yang membentuk V sign.
“Noona~!” tiba-tiba seseorang menyeru dan langsung berlari kecil menghampiri mereka. Dan saat itu juga, raut suram di wajah Jimin semakin menjadi kala orang tersebut melakukan bow di hadapan Yeon Hee.
“Ah, annyeong Jungkook-ssi,” sapa Yeon Hee. “Ada apa kau memanggilku?”
Jungkook yang tengah nyengir itu pun menggaruk tengkuknya*ceritanya salting*. “Keuge... M-maukah noona pulang bersamaku?”
“Mwo?” Jimin langsung buka suara. “Andwae!” tegasnya.
Tentu saja hal itu membuat Jungkook terpaksa harus mengalihkan pandangannya ke arah Jimin. Meskipun kesal, ia mencoba untuk bersikap sesopan mungkin kepada sunbaenya itu. “Oh, annyeong Jimin sunbae. Kau di sini juga,” sapa Jungkook basa-basi.
Jimin hanya mencibir. Ia pun langsung meraih pergelangan tangan Yeon Hee dan menggenggamnya dengan erat. “Yeon Hee noona akan pulang bersamaku. Pergi sana! Dasar bocah ingusan!”
“Yak!” Yeon Hee langsung mendaratkan pukulan di kepala Jimin. “Kenapa bicaramu kasar sekali, eoh? Hhh... aku benar-benar lelah dengan sikapmu Jimin. Kau itu seperti anak kecil!” umpat Yeon Hee yang kini tengah menjewer telinga Jimin.
“Yak, yak! Appo!”
Jungkook yang melihat hal itu pun hanya bisa mengulum seulas senyum. Ya, meskipun sebenarnya ia cemburu dengan kedekatan Yeon Hee noona dengan Jimin. Mereka seperti... err... ‘apakah mereka benar-benar pacaran? Kalau begitu, haruskah aku pergi?’ batin Jungkook.
“Oh, kalau begitu aku pulang duluan noona.” Jungkook melakukan bow lagi.
“Ani,” ucap Yeon Hee cepat. “Kau bisa pulang bersama kami. Bus kita sama, kan?”
“Ne?” mata Jungkook langsung berbinar kala itu. Ah, ia benar-benar bahagia. “Jinjja? Maksudku, noona tidak keberatan pulang bersamaku?”
Yeon Hee menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. Jimin yang tengah mengusap telinganya yang memerah pun semakin menekuk wajahnya. ‘Mwoya! Kenapa noona bersikap manis sekali kepada anak ingusan itu? Sedangkan kepadaku? Aish, ini benar-benar tidak adil!’ rutuk Jimin dalam hati.
“Kajja Jungkook-ssi,” ajak Yeon Hee ramah. “Kajja Jimin-ah,” dan nada bicaranya berubah ketus saat mengajak Jimin. Dan itu berhasil membuat Jungkook terkekeh. Ya, Jungkook pikir... Yeon Hee telah berpihak kepadanya.
***
#Jimin’s house
Kali ini Jimin benar-benar kesal. Selama perjalanan pulang tadi, Yeon Hee dan Jungkook mengobrol panjang lebar. Noonanya itu sama sekali tidak menghiraukan Jimin. Tahu gimana rasanya? Kayak patung berjalan! Kacang, kuaci, buncis! Apa pun yang sekeluarga dengan kacang, di sanalah posisi Jimin kala itu. Jimin benar-benar tak habis pikir. Kenapa noonanya bisa bicara begitu manis terhadap Jungkook? Sedangkan terhadap ia? Ah, Jimin tahu Jungkook itu tampan, dia juga junior yang sopan. Tapi... ‘dia kan yaoi!’ batin Jimin.
Namja itu menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya menerawang. Untuk apa Jungkook mendekati Yeon Hee lagi sedangkan kemarin ia berkata bahwa ia mencintai Jimin? Aigo, kenapa Jimin harus mengingat kata-kata itu lagi, sih? Atau jangan-jangan, dia sengaja mendekati Yeon Hee agar bisa dekat dengan Jimin juga?
“Aish! Aku bisa gila!” erang Jimin sembari menutup wajahnya dengan bantal.
“Jiminie, kau tidak apa-apa, nak?” tanya eommanya dari luar kamar.
“Ne!” sahut Jimin cepat. “Aku baik-baik saja eomma! Aku hanya sedikit... gila,” ujarnya pelan saat menyebutkan kata ‘gila’.
“Kalau begitu turunlah! Eomma sudah memasak untuk makan malam!” ujar eommanya lagi.
“Baiklah.” Jimin segera bangkit dari kasurnya dan bergegas menyusul eommanya yang sedang menata makanan di atas meja. Namja itu langsung duduk lalu mencomot sebuah perkedel(?) yang dibuat eommanya.
“Yak! Cuci dulu tanganmu!” ujar eommanya seraya memukul pelan tangan Jimin.
“Aku lapar, eommaaaa,” rengeknya sambil terus mengunyah perkedel(?). “Appa belum pulang, eoh?”
“Ani~ Appamu ada lembur hari ini. Jadi dia tidak akan pulang,” tutur eommanya lembut. Wanita paruh baya itu duduk di kursi yang berhadapan dengan Jimin.
“Ugh, dasar workaholic!” umpat Jimin, meskipun ia tahu appanya tak akan mendengar kata-kata anaknya itu.
“Hush! Itu juga demi kehidupan kita, Jiminie... Terutama, itu demi masa depanmu nanti! Jika appamu tidak bekerja, kita tidak akan bisa memakan makanan mewah seperti ini!” ujar eommanya lembut.
“Makanan mewah apanya? Cuma perkedel sama semur jengkol doang, kok!” bantah Jimin cepat.
Sang eomma langsung mencondongkan tubuhnya ke arah Jimin serta menghadiahi anak tercintanya itu sebuah pukulan dengan sendok.
“Kau ini!” ujarnya gemas. “Hargailah makanan!”
“Appo! Ne, ne, aku akan makan dengan baik eomma~” balas Jimin seraya menunjukkan eye smilenya.
Eommanya hanya menggeleng lalu menyuapkan sesendok nasi. Makan malam kali ini berlalu dengan keheningan. Sampai entah pada suapan yang ke berapa, dahi Jimin pun mulai mengerut. Ia menatap eommanya ragu-ragu.
“Eomma,” panggil Jimin.
“Ne? Wae chagi?”
“Apakah eomma percaya bahwa... yaoi itu ada?” akhirnya, pikiran yang membebani kepala Jimin pun kini keluar juga.
“Hm? Apa maksudmu, nak?”
“Ani~ Hanya saja, aku memiliki seorang teman yang... aneh. Kemungkinan besar, dia adalah seorang yaoi,” tutur Jimin bohong.
“Lalu?” Nyonya Park sama sekali tidak tertarik dengan topik pembicaraan yang dilontarkan anaknya. Ia lebih tertarik menikmati semur jengkol(?) hasil racikannya sendiri.
“Lalu... bagaimana pendapat eomma? Aku harus bersikap seperti apa? Apa aku harus menjauhinya atau bagaimana?”
“Itu tergantung padamu, nak. Jika kau merasa dia berbahaya, lebih baik jauhi dia. Tapi jauhi dia secara perlahan dan jangan sampai menyakiti hatinya. Kau tahu, kan, eomma tak pernah menyakiti hati siapa pun?*eeaaa* Anak eomma juga harus bersikap seperti itu.” kali ini Nyonya Park memfokuskan semua jiwa raganya(?) untuk Jimin.
Jimin mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu, sebuah pertanyaan muncul lagi di kepalanya. Meskipun ia tidak yakin, akhirnya ia memutuskan untuk menanyakannya. Yah, seperti kata pepatah... Malu bertanya, sesat di jalan.
“Geundae eomma... Jika temanku yang yaoi itu... menyukaiku... bagaimana?”
Damn! Nyonya Park langsung membulatkan matanya. Tapi beberapa detik kemudian pandangannya kembali melembut. “Memangnya dia sudah menyatakan perasaannya padamu, eoh?”
“A-ani~ Aku kan hanya mengira-ngira saja eomma,” tukas Jimin cepat.
“Sudahlah, nak. Makanlah! Jangan memikirkan hal-hal yang tidak-tidak!”
Jimin pun hanya mengangguk dan kembali makan dengan khidmat/? ‘Apa yang kau pikirkan Jimin-ah? Kenapa kau bisa menanyakan hal seperti itu? Aish...’
***
@Dorm BigHit Entertaiment
“Aigoo, badanku benar-benar pegal,” keluh Yoongi sambil sesekali memijat lengannya.
“Ck... Masa baru segitu udah capek! Bilang aja pengen istirahat!” sindir Jin pedas. Namja itu langsung menghempaskan tubuhnya di sofa.
“Yak! Aku tidak bercanda, bodoh!” umpat Yoongi  kesal.
“Mwo? Kau mengataiku apa? Bodoh?” teriak Jin yang langsung membulatkan matanya dengan tajam.
“Ne! Aku mengataimu bodoh!” teriak Yoongi tak kalah keras.
“Yak! Aku lebih tua darimu Yoongi! Aku ini hyungmu!”
“Kau memang hyungku, tapi skill danceku lebih baik darimu!”
“MWO? Kenapa kau membicarakan kelemahanku, eoh?”
“Aish, kalian berisik! Kenapa kalian selalu bertengkar, sih?” ujar pria bertubuh jangkung yang datang dengan membawa seteko jus jeruk dan beberapa gelas dari dapur.
“Jin hyung yang memulai duluan!” bela Yoongi.
“Ani~ Aku hanya mengatakan yang sebenarnya Namjoonie~” sanggah Jin sembari mempoutkan bibirnya. Namja yang dipanggil Namjoonie itu hanya memutar bola matanya dengan malas. Mereka selalu saja begini. Bersikap seperti anak kecil.
“Kalian itu seperti anak kecil, tahu!” ungkap Hoseok. Ia ikut duduk di samping Jin tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
“Yak! Berani-beraninya kau~”
“Jin hyung!” sela Namjoon cepat. “Sudahlah... Hoseok hanya bergurau~”
Jin mendelik ke arah Hoseok yang sedang terkekeh. Sedangkan dua namja lain yang berada di hadapan mereka hanya bisa mengernyitkan dahi.
“Sebenarnya yang paling muda di sini siapa, sih?” tanya Jungkook ketus, lalu menuangkan jus jeruk yang dibawa Namjoon ke setiap gelas.
“Memangnya kenapa, kook?” Taehyung duduk berselonjor di karpet sambil meneguk pelan jus jeruknya.
“Ani~ Benar apa kata Hoseok hyung. Jin hyung seperti anak kecil!” cibir Jungkook cuek.
“Yak! Kau!”
“Hyung... sudahlah!” sela Namjoon cepat. Dan lagi-lagi, Jin harus menuruti apa kata sang ketua. Namja itu melipat kedua tangannya di dada sambil sesekali mendengus ke arah Namjoon.
Yang lain tertawa saat melihat tingkah laku Jin. Ya, pria kelahiran tahun 1992 itu memang masih bersifat kekanakkan. Bahkan sifat kekanakkannya itu melebihi Jungkook. Oh ya, ngomong-ngomong soal Jungkook, dia memang namja yang paling muda di antara mereka. Tapi hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa dia adalah namja tergentle/? Sebenernya, dibilang gentle, sih, gak juga. Cuma Jungkook itu orangnya to the point, jujur dan blak-blakan.
Mereka semua berkumpul di ruang TV sembari meneguk jus jeruk masing-masing. Jin yang masih merasa kesal akhirnya mencondongkan tubuhnya kepada Namjoon.
“Namjoonie~” panggilnya sok imut*eeaa*
Namjoon hanya berdeham kecil sebagai tanggapan. Ia melirik sekilas ke arah Jin yang sedang beraegyo ria. Tapi sepertinya... ehem... jus jeruk kelihatan lebih manis daripada aegyonya Jin.
“Namjoonie~” panggil Jin lagi, yang terpaksa membuat Namjoon beralih dari es jeruknya dan memandang malas ke arah Jin.
“Wae hyung?” tanya Namjoon datar.
“Kenapa kau selalu pilih kasih, eoh?” tanya Jin ketus, membuat namja lain yang berada di sana langsung terkekeh geli. Tak terkecuali Yoongi. Ya, namja manis yang notabenya sebagai rival Jin itu langsung menertawakan Jin dengan keras.
“Hahahaha... Pertanyaan macam apa itu? Aigoo~ Uri Jinie ingin belas kasihan eoh? Huahahaha..” kali ini tawa Yoongi meledak.
“Yak!” Pletak! Sebuah jitakan berhasil mendarat di dahi Yoongi. Jin yang melihat peristiwa tersebut pun mati-matian menahan tawanya.
“Lihat hyung. Aku tidak pilih kasih,” ucap Namjoon. “Siapa pun yang bertingkah kekanakkan akan aku pukul dengan ini.” Namjoon mengangkat sebelah tangannya yang terkepal.
“Yak, Namjoon-ssi, sejak kapan kau berani menoyorku eoh?” protes Yoongi.
“Sudahlah Yoongi-ssi, aku sedang tidak mood untuk berdebat hari ini.” Namjoon mengibaskan-ibaskan telapak tangannya bahwa ia sedang tidak ingin bertengkar.
“Oh iya, kalian tidak akan berangkat kerja?” tanya Hoseok yang sekarang sudah tak lagi memainkan HPnya.
“Oh iya, aku lupa!” ujar Jin. Ia segera beranjak dari sofa dan bergegas masuk ke kamar untuk mengambil tasnya. Setelah itu, ia langsung pamit dan menghambur ke pintu. Begitu juga dengan Namjoon. Setelah berganti pakaian dan menata rambut dengan secepat kilat, ia langsung menghambur keluar dorm.
Hoseok, Yoongi, Jungkook dan Taehyung menggelengkan kepala mereka bersamaan. Ya, hal ini sering terjadi. Setelah latihan dance dan istirahat sebentar, pasti Jin dan Namjoon akan pergi keluar dorm untuk kerja sambilan.
Jin bekerja di sebuah minimarket kecil yang jaraknya tak begitu jauh dari dorm. Ia sengaja mengambil shift malam. Ya, supaya latihan-latihannya tidak terganggu. Jin adalah lulusan sebuah SMA swasta di Daegu. Ia tinggal di sebuah yayasan sejak berumur delapan tahun. Orangtuanya meninggal karena sebuah kecelakaan mobil(Cuma itu sih yang Jin tahu), dan hal itu menyebabkan ia harus rela banting tulang hanya untuk mendapat sesuap nasi*etdah*. Selama ini ia berjuang sendirian. Segala pekerjaan yang mungkin bisa ia lakukan, ia jalani dengan baik. Dan sesekali ia bersandar kepada pihak yayasan jika ia benar-benar tidak punya uang. Sampai akhirnya, setelah ia lulus SMA, ia merantau ke Seoul dan bertemu dengan Namjoon di sebuah SPBU. Jin yang waktu itu tengah bekerja sebagai pengantar pizza pun tertegun saat menyimak kelakuan Namjoon dalam melayani para pengendara. Namja bertubuh jangkung itu mengisi setiap tank kendaraan sambil bersenandung. Atau mungkin... lebih tepatnya nge-rap. Tak ayal banyak pengunjung yang memaki kelakuan Namjoon. Tapi tak sedikit pula yang mengagumi keahlian namja itu. Dan salah satunya adalah... Jin. *ceritanya ini lagi flashback yaak*
Lama-lama, Jin tertarik juga dengan kebiasaan Namjoon itu. Ia sering membawa ‘motor pengantar pizza’nya ke SPBU tempat Namjoon bekerja. Dan akhirnya, ia memutuskan untuk menjalin persahabatan dengan Namjoon. Ia belajar banyak dari Namjoon mengenai olah vocal, rap, dan dance. Entah kenapa, hal itu membuat Jin tertarik. Sampai pada suatu hari, Namjoon membawa Jin ke sebuah tempat. Bisa dikatakan, itu adalah basecamp dan tempat tinggal bagi Namjoon. Tempat tersebut terletak di bawah tanah.
Saat Jin masuk ke dalam basecamp tersebut, ia langsung disambut oleh empat orang lainnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Yoongi, Hoseok, Jungkook, dan Taehyung. Melihat mereka, membuat Jin sedikit terharu. Ya, Jin hampir menangis kala itu. Karena baginya, mereka adalah keluarga baru bagi Jin. Sikap hangat mereka, tingkah konyol mereka, dan semua hal-hal bodoh yang mereka lakukan berhasil membuat tawa Jin kembali terukir. Kala itu, Jin pernah bertanya kepada Namjoon. “Namjoon-ssi, darimana kau mendapatkan orang-orang seperti mereka?”
Namjoon yang mendengar hal tersebut hanya mengulas sebuah senyum. Ia memerhatikan keempat namja yang masih heboh bersenda gurau. “Aku tidak mendapatkan mereka,” jawab Namjoon. “Tapi takdirlah yang mempertemukan kita.”
Seketika itu juga, air mata Jin langsung jatuh. Takdir. Ah, ternyata ada pula takdir yang berjalan begitu manis. Seperti perkumpulan yang telah tercipta di antara Namjoon dan keempat temannya.
“Bagaimana cara kalian bisa bertemu?” tanya Jin, suaranya terdengar serak.
“Entah,” ucap Namjoon. “Kami bertemu begitu saja.”
Jin mengangguk pelan. Satu pertanyaan lagi yang keluar dari mulutnya. Pertanyaan yang berhasil membuat Namjoon terperangah. “Lalu... bagaimana cara kalian bisa tertawa?”
Namjoon merangkul lembut bahu Jin saat ia melihat sebuah alur di kedua pipi teman barunya itu. “Kau tidak akan percaya ini,” ujar Namjoon pelan. “Di balik semua tawaan itu, mereka memiliki luka yang dalam.”
“Apa maksudmu Namjoon-ssi?” tanya Jin sedikit terisak.
Telunjuk Namjoon mengarah kepada seseorang yang kini tengah berjoget ria. “Dia Jung Hoseok. Orangtuanya seorang workaholic. Meskipun ia terlahir dari keluarga kaya, tapi ia pernah bilang bahwa ia tidak bahagia. Ya, mungkin ia bisa mendapatkan barang apa pun dengan uang orangtuanya. Tapi ada satu hal yang tak bisa ia dapatkan dengan uang...”
“Apa itu?” tanya Jin penasaran.
“Perhatian orangtuanya.”
Sejenak Jin termenung. Ia menatap Jung Hoseok yang masih saja bercanda. Benar-benar seperti tak punya beban. Namja itu tertawa dengan lepas.
“Itu Min Yoongi,” tunjuk Namjoon kepada seorang namja berkulit putih yang duduk di bahu sofa sambil tertawa. “Saat ini ayahnya berbaring di rumah sakit. Dia juga golongan orang kaya. Ibunya selingkuh dengan asisten ayahnya dan kabur ke Vietnam. Sebab itulah, ayahnya menjadi seorang pemabuk berat. Perusahaan mereka bangkrut, dan ayahnya sakit-sakitan. Tapi...”
“Tapi dia masih bisa tertawa dengan bahagia,” potong Jin cepat.
Namjoon mengangguk. Lalu ia menunjuk ke arah namja lainnya, yang kini tengah berjoget ria dengan Jung Hoseok. “Dia Kim Taehyung. Ibunya seorang rentenir-“
“Buruk,” ujar Jin.
“Ya. Tapi bukan hal itu yang membuat ia membenci ibunya,” tutur Namjoon. Jin hanya memandangnya dengan rasa antusias. “Ibunya pernah berkata bahwa Kim Taehyung adalah anak yang bodoh. Dan hal itu membuat Taehyung uring-uringan. Ia belajar keras untuk mendapatkan pujian dari eommanya. Setiap malam ia membaca, belajar, mengerjakan PR, dan ketika ia mendapat peringkat pertama di sekolah, ibunya sama sekali tak peduli...”
Jin hanya menatap sendu ke arah namja yang bernama Taehyung itu.
“Dan satu lagi,” Namjoon menunjuk seseorang yang tengah tertawa di sofa sambil memegangi perutnya. “Itu Jeon Jungkook. Dia juga termasuk orang kaya. Tapi orangtuanya sering bertengkar dan dia memutuskan untuk kabur dari rumah.”
“Separah itukah?” sela Jin lagi.
“Mm..” Namjoon mengangguk. “Malah baru-baru ini ada kabar yang mengatakan bahwa sekarang orangtuanya sudah bercerai. Tapi untunglah, hal itu tidak membuat Jungkook semakin terpuruk. Mereka semua masih duduk di bangku SMA dan sekolah di SMA yang sama.”
Jin terdiam. Beberapa detik kemudian ia mulai membuka mulutnya lagi. Meskipun ragu, tapi akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulutnya. “Bagaimana denganmu? Kau kelihatan masih muda, apa kau tidak sekolah juga?”
Namjoon menghela napas lalu menggelengkan kepalanya. “Aku kabur dari rumah,” ujarnya. Melihat Jin yang tak bereaksi apa-apa, Namjoon pun melanjutkan, “Ibuku meninggal saat aku masih kecil. Dan ayahku, dia seorang tikus-bahkan mungkin lebih buruk dari tikus. Aku mencintai musik dan bercita-cita menjadi seorang musisi. Tapi ayahku menentangnya. Ia akan melakukan apapun agar aku tak berkecimpung di bidang musik. Tapi kau tahu? Hal itu membuatku menderita. Aku hanya ingin membuktikan kepada ayahku bahwa aku bisa mencari uang dengan kemampuanku sendiri. Bukan dengan mencuri harta orang lain. Lagipula, aku tidak mau terus-terusan hidup di bawah naungan uang kotor.”
“Maksudmu, ayahmu seorang...”
“Koruptor,” pungkas Namjoon. Seketika itu pula air mata Jin meluncur kembali. Ternyata, masih banyak orang yang menderita seperti dirinya. Tadinya ia mengira jika orang-orang kaya selalu hidup bahagia. Tapi ternyata, prasangkanya salah. Satu hal yang ia pelajari hari ini-yaitu-kebahagiaan tak pernah memandang status manusia.
“H-hey kenapa kau menangis?” tanya Namjoon khawatir saat isakkan Jin semakin keras.
“A-aku hanya... hiks... Kalian orang-orang yang hebat hiks, bolehkah aku... berteman dengan kalian?” tanyanya sesenggukkan.
“Tentu saja. Kami berteman dan menerima siapa saja,” tegas Namjoon sambil tersenyum, membuat perasaan Jin menjadi lebih lega.
Semenjak itu, mereka selalu hidup bersama. Tak ada hari tanpa pertengkaran, candaan, dan tawaan yang membuat pikiran mereka bisa melupakan setiap beban kehidupan. Mereka pun mempunyai hobi yang sama. Musik! Dan satu lagi... Menari! Persamaan itu membuat ikatan kekeluargaan mereka semakin erat. Mereka sering mengcover lagu-lagu bahkan dance beberapa idol group. Mereka juga sering mengadakan pertunjukkan jalanan agar bisa mendapatkan uang. Berbagai kompetisi pun tak pernah mereka lewatkan. Sampai pada suatu hari, saat mereka sedang mengikuti sebuah audisi dance cover, seorang perusahaan merekrut mereka dan berencana membuatkan panggung untuk mereka sendiri. Ya, di sinilah mereka saat ini. Tergabung dalam masa trainee di bawah naungan agensi Big Hit Entertaiment. Bersama.
***
“Hhh... aku bosan~!” ujar Jungkook sambil menengadahkan kepalanya. Mereka masih berada di ruang TV. Jungkook bersandar di sofa, Hoseok yang sekarang sedang tengkurap di karpet sambil menatap ponselnya, Yoongi yang asyik menguap dan Taehyung yang sibuk mengover-over channel TV.
“Apa kalian tidak ingin tidur? Ini sudah malam,” balas Yoongi sambil menguap.
“Ani, hyung. Aku belum mengantuk,” jawab Jungkook yang mendapat anggukkan dari Hoseok dan Taehyung. “Ah! Lebih baik aku hubungi Yeon Hee noona saja. Siapa tahu dia belum tidur,” ujarnya ceria sambil mengeluarkan ponsel.
“Kau belum menyerah juga, eoh?” tanya Hoseok ketus.
“Aku tidak akan pernah menyerah, hyung. Aku bukan Hoseok hyung yang menyukai seseorang tapi tak pernah berani untuk mengungkapkannya.”
“Yak! Aku bukannya tak berani! Aku hanya menunggu waktu yang tepat saja..” Hoseok ngeles nih -_-
Yoongi dan Jungkook pun hanya terkekeh geli.
“Oh iya, Kook. Kau ingat dengan namja kemarin?” tanya Taehyung tiba-tiba. Otomatis hal itu membuat Hoseok dan Yoongi mengalihkan perhatian mereka kepada Taehyung.
“Maksudmu namja yang mana, hyung?” alis Jungkook mengerut.
“Itu lho, yang waktu kita main TOD-an,” jawab Taehyung. Jungkook berpikir sejenak. Beberapa saat kemudian...
“Oh! Namja pendek itu?”
“Yak! Siapa yang kau sebut pendek?” semprot Yoongi.
“Hehe, ani~ ani~ Bukan Suga hyung, kok,” ujar Jungkook sambil menunjukkan gigi kelincinya. “Namja yang namanya Jimin, kan? Hhh... Aku benar-benar membencinya. Dia selalu menggagalkan moment indahku dengan Yeon Hee noona,” lanjut Jungkook sambil memasang tatapan sendu.
“Haha... Mungkin dia terlalu mencintai Yeon Hee,” timpal Hoseok. “Tapi apakah kau ingat dengan ekspresinya waktu Jungkook mengucapkan kata-kata itu? Wah... aku kira dia bukan namja yang gentle,” cibirnya lagi sambil tertawa. Taehyung pun ikut tertawa bersama Hoseok. Sedangkan Yoongi hanya memasang wajah -_- karena dia gak ngerti dengan apa yang dibicarain sama mereka. Sedangkan Jungkook... ia langsung memasang wajah -_____-. Ia ingat kejadian waktu itu. Ah, benar-benar memalukan!
#Flashback On
Seperti biasa, setiap jam istirahat halaman sekolah akan dipenuhi oleh para siswa. Tak terkecuali Jungkook, Hoseok dan Taehyung juga sedang bersenda gurau di halaman tersebut. Mereka duduk di sebuah bangku panjang di bawah pohon kelapa(?). Tak berapa lama, mata Jungkook menangkap sosok yeoja yang ia sukai. Siapa lagi kalau bukan Yeon Hee? Gadis itu tengah duduk sambil menekuk wajahnya di salah satu bangku yang jaraknya lumayan jauh dengan bangku yang Jungkook tempati. Tapi namja itu masih bisa melihat dengan jelas wajah tambatan hatinya*eaa.
“Kookie, apa yang sedang kau lihat?” tanya Taehyung sambil mengalungkan sebelah lengannya di bahu Jungkook.
“Pasti yeoja itu,” celetuk Hoseok yang sedang bersandar di bangku taman. Jungkook pun hanya nyengir lebar saat mendengar itu.
“Yak,” ujar Taehyung tiba-tiba. “Bagaimana kalau kita main TOD?”
“TOD? Ani~ ani! Aku selalu jadi korban kalau main itu!” seru Hoseok ketus.
“Yak! Kau takut, eoh? Ish, dasar pengecut!” ledek Taehyung yang langsung mendapat toyoran dari Hoseok.
“Dasar anak tidak sopan! Aku ini sunbaemu, Tae!” ungkapnya kesal.
“Ne, ne, mianhe Hoseok hyung!” Taehyung menyahut dengan memberi penekanan pada kata ‘hyung’.
Mereka berdua saling melempar ejekan. Sementara Jungkook, namja itu anteng memandangi wajah cemberut Lee Yeon Hee. Tapi ada satu hal yang membuat senyuman Jungkook memudar. Seorang namja tiba-tiba datang mendekati Yeon Hee dan langsung merajuk. Ugh, hati Jungkook langsung panas kala itu. ‘Anak itu selalu muncul di mana-mana,’ batinnya kesal. Ya, siapa lagi namja*yang menurut Jungkook*lebay dan menyebalkan di sekolah ini selain Park Jimin? Ya, namja itulah yang telah menonjok hidung Jungkook tempo hari. Untung idung Jungkook gak jadi pesek. Kalau pesek? Tamatlah Bities!!*plak! Abaikan ><*
“Heh Jungkook, mau ikut TOD-an gak?” tanya Taehyung tiba-tiba. Setelah pergulatannya dengan Hoseok tadi, akhirnya Taehyung keluar sebagai pemenang dan berhasil membujuk Hoseok untuk ikut TOD.
Jungkook melirik Taehyung dengan malas. Hatinya lagi panas saat ini, eh, malah diajak maen yang begituan. Kan jadinya males -_-.
“Iyain aja, Kook!” seru Hoseok. “Daripada lo bonyok kayak gue!”
Oh, Jungkook melupakan Hoseok. Dan mata namja imut itu langsung membulat saat melihat penampilan Hoseok yang udah gak berbentuk(?)
“Tae hyung, apa yang sudah kau lakukan terhadap Hoseok hyung?” tanyanya khawatir. Jungkook langsung ngelus-ngelus pipi Hoseok yang memar gara-gara kena pukul Taehyung.
“Habisnya Hoseok hyung rese, sih!” ujar Tae sambil menjulurkan lidah. “Gimana? Mau kan main TOD?”
“Iyalah, iyaaa...” ucap Jungkook akhirnya.
Tae pun langsung mengeluarkan botol yang entah ia dapat dari mana. Mereka duduk bersila di tanah berumput dekat bangku. Dan dengan smirk evilnya, Tae langsung memutar botol. Tik...tik...tik...*bayangin suara botol muter* Grep! Botol berhenti ke arah Jungkook.
“Wahh~ truth or dare?” tanya Tae bersemangat.
“Dare...” jawab Jungkook malas.
“Aku yang memberi perintah!” sahut Hoseok cepat.
“Yak, bagaimana bisa begitu!” protes Tae tak terima.
“Sudahlah! Nanti kalau Jungkook kena lagi, kau yang memberi perintah! Aegyesso?” kata Hoseok tegas. Jungkook hanya memutar bola matanya sambil menggelengkan kepala sedangkan Taehyung, ia hanya mendengus kesal.
“Chh, baiklah Tuan Jeon, kemarilah!” seru Hoseok lalu membisikkan sesuatu di telinga Jungkook. Jungkook sempat tertegun saat mendengar perintah yang disampaikan Hoseok. Tapi apa boleh buat. Ia terlanjur memilih dare...
“Hyung ngomong apaan, sih? Kok Tae gak dikasih tau!” ujar Tae sambil mempoutkan bibirnya.
Hoseok hanya nyengir zebra. “Kook!” serunya. “Kajjaaaa!”
BUG! Tiba-tiba Jungkook langsung meninju wajah Taehyung.
“YAK!” teriak Taehyung yang langsung disambut dengan tawaan keras dari Hoseok.
“Mianhe Tae hyung. Hoseok hyung memerintahkanku agar melakukan itu,” tutur Jungkook dengan wajah polosnya.
Tae meringis. “Kau!” tunjuk Tae tepat di hidung Hoseok.
“Hahaha... rasakan pembalasanku, Tae!” ujarnya sambil cekikikkan.
“Sudahlah, ayo kita main lagi!” tukas Tae.
“Aish, dia masih saja mau melanjutkan permainan ini,” gumam Jungkook.
Tik..tik..tik.. Botol diputar lagi dan...... eng ing eng.... Jungkooklah yang kena!
“Yeay! Sekarang aku yang memberi perintah! Hahay..” ujar Taehyung girang.
“Yak, aku kan belum memilih truth atau dare,” komen Jungkook.
“Eits, tapi tadi Hoseok hyung bilang ‘kalau Jungkook kena lagi, kau yang memberi perintah! Aegyesso?’” Tae menirukan gaya bicara Hoseok tadi. Dan kala itu juga, Jungkook langsung memberikan deathglare kepada hyungnya.
“Sudahlah, Kook. Turuti saja!” kata Hoseok tak ambil pusing.
Taehyung pun tersenyum penuh kemenangan saat mendapat anggukan bersedia dari Jungkook. Namja itu berpikir sejenak. Kira-kira dia bakal ngasih perintah apa ya ke Jungkook?
Beberapa tahun kemudian....(di planet Alien ya :v)
“Aha!” seru Tae. “Kau... harus menyatakan cinta kepada orang yang ada di sana!” telunjuk Tae menunjuk ke sebuah sudut.
“Kepada Yeon Hee noona? Wah, tentu saja aku akan melakukannya!” ucap Jungkook riang.
“Ani!” sergah Tae. “Bukan Yeon Hee noona. Tapi kepada namja yang sedang bersamanya!”
“MWO?” ucap Jungkook dan Hoseok berbarengan. Hoseok langsung menggemakan tawa sedangkan Jungkook malah memajukan bibirnya.
“Kau gila, ya? Aku tidak mau!” tolak Jungkook mentah-mentah.
“Yak, ini kesepakatannya tau!” ujar Tae tak mau kalah.
“Bahkan aku belum memilih truth atau dare,” gumam Jungkook. “Ini semua gara-gara Hoseok hyung, sih!” ujarnya kesal.
“Haha... Mian, mian... Sudahlah lakukan saja! Memang apa salahnya sih menyatakan cinta kepada namja?” ujar Hoseok yang langsung berhigh five ria dengan Taehyung.
“Aigoo~” keluh Jungkook. “Shirreo shirreo! Aku tidak mau melakukannya!”
“Kalau kau tidak mau melakukannya, kau harus mencuci semua pakaian hyungdeul di dorm selama satu bulan. Otte? Kau mau pilih yang mana hm?” tawar Taehyung dan Hoseok yang masih ketawa nista. *PoorKookie~
“Aish... Baiklah-baiklah, aku akan melakukannya!”
“Oh iya. Nama namja itu Jimin, kan?” tanya Hoseok kepada Taehyung.
Yang ditanya mengangguk. “Mmm... Kelasnya tepat di sebelah kelasku.”
“Gue gak nanya keles,” cibir Hoseok.
“Nah, Jungkook-ssi, kau harus berkata ‘Saranghae Jimin-ah!’...” ujar Taehyung sambil beraegyo.
“Mwoya! Itu menggelikan!” protes Jungkook.
“Haha.. Turuti saja apa kata Taehyung! Ppalli!” suruh Hoseok.
Dengan perasaan yang begitu berat, Jungkook pun bangkit dari duduk bersilanya. Ia membenarkan sedikit kerah seragamnya. Aigoo, benarkah ia harus mengatakan hal itu? Haruskah?
“Oh iya, Jeon,” seru Hoseok. “Kau harus mengatakan itu dengan penuh perasaan, ne? Seperti saat kau menembak Lee Yeon Hee! Haha... Arraseo?”
“Arra~” jawab Jungkook malas. Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan hal itu dengan penuh perasaan? Dan satu lagi. Jangan pernah bandingkan perasaannya terhadap Yeon Hee. Karena Jungkook mencintai Yeon Hee dengan sepenuh hatinya. Sedankan Jimin? Namja sok ganteng yang telah memukul hidungnya itu...? OMG! Jungkook bisa mendadak gila dengan permainan ini!
“E-eh, dia datang Kook!” seru Taehyung dan Hoseok gelagapan. Mereka saling melempar tatapan blank satu sama lain, seakan mengirimkan sebuah sinyal yang mengatakan ‘Mau ngapain dia ke sini?’
Jungkook yang tadinya sedang memejamkan mata pun semakin mempererat pejamannya. Dadanya naik turun tak beraturan. Sekali lagi hatinya bertanya, ‘haruskah aku mengatakan ini?’
Dan tap... tap... tap... Jungkook mulai merasa langkah Jimin semakin mendekatinya. Dan setelah jarak di antara mereka cukup dekat*padahal cuma semeter setengah* akhirnya Jungkook membuka mata dan... “Saranghae Jimin-ah!” yess, akhirnya kata-kata itu keluar juga!
“Hanboman!” bisik Taehyung jail. “Sekali lagi!”
“Saranghae Jimin-ah!” ulang Jungkook lagi, kali ini lebih tegas dan... berperasaan?
Dan seketika itu juga, Jimin langsung terbatuk-batuk dan langsung ngibrit dari hadapan mereka.
“Ugh... Haruskah aku melaundry mulutku?” gumam Jungkook saat Jimin sudah menjauh. Sementara Hoseok dan Tae mati-matian menahan tawa mereka.
#Flashback End
 .
.
.
.
TBC~

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo