LUPA
Oleh:
Annisa Febriyati Sari
Saat raga tak tahu arah,
jiwa mengerut
Tapaki ranjau-ranjau
surut
Aku ... terenggut
Raga
terkikis oleh dahaga
Terpuruk
dalam tirai-tirai dosa
Tersudut
dalam bayang-bayang hina
Haruskah
kutunggu Izrail tiba?
Kau rengkuh aku dengan
kasih
Balut aku dengan cinta
Bodoh! Hati malah
bertanya
Apakah Engkau ... nyata?
Tuhan,
Rabbi, Illahi ... sebutan apa itu?
Illah,
Ghofur, Al-Mulk ... siapakah diri-Mu?
Apakah
itu semacam gelar?
Ataukah
panggilan semu semata?
Gema suara itu selalu memekakkan
Pagi, siang, sore, bahkan
malam
Meraung-raung di dalam
kepala
Seakan memanggil,
mengajak bercengkrama
Bodoh!
Dengan siapa pula aku harus bercengkrama?
Dengan
siapa pula aku harus memenuhi panggilan?
Apakah
dengan suara-suara itu?
Apakah
dengan suara yang menyakiti telinga itu?
Arghh ...!
Mengapa pula aku berteriak?
Mengapa pula aku
menangis?
Tengoklah! Mulut-mulut
itu terlalu kejam!
Sorot mata itu terlalu
tajam!
Menghakimi yang lain
seakan paling benar
Lalu berkata, “Untukmu,
Jahannam!”
Sial!
Sebutan apa lagi itu?
Apakah
itu merupakan sebuah berlian?
Ataukah
emas putih yang berkilauan?
Pergilah kau ke neraka!
Pergilah wahai pendosa!
Tidak ...! Tidak ...!
Aku tak tahu apa itu neraka,
pun tak mengerti akan pendosa
Aku tak tahu apa itu
Jahannam! Aku tak tahu, sungguh tak tahu!
Sial!
Beginikah cara-Mu menghukumku?
Membuatku
lupa akan diri-Mu?
Tuhaaaaan
....
Masih
pantaskah kujeritkan kata itu
Sedangkan
ku telah lupa siapa diri-Mu?
Garut, 19
Januari 2016
0 komentar:
Posting Komentar