Sabtu, 26 Juni 2021

Cerita Pendek REUNI

 


Sakit kepala menyerang begitu hebat. Beberapa botol minuman terjatuh dan pecah. Aku hampir terpeleset dari tangga.


"Sialan. Seharusnya aku tidak boleh mabuk!"


Dengan dua botol yang tersisa dalam dekapan, aku berjalan menuju anak tangga terakhir. Melangkahkan kaki lebih lebar, untuk menghindari pecahan kaca dari botol minuman yang jatuh tadi.


Namun, keributan di ruang tengah mengejutkanku.


Alen, Vero, Zefa, dan Jovan tengah berteriak histeris seperti orang gila. Raut ketakutan begitu jelas pada wajah mereka. Sementara Raiga sudah tergeletak di sana.


Tak lama, Vero dan Zefa menjerit kala Alen mengarahkan gergaji mesin ke kakinya sendiri. Seiringan dengan bunyi putaran gerigi dan patahan tulang yang berpadu, darah segar menyembur ke mana-mana.


"TIDAK! ALENNN, TIDAK!!!" Vero menangis. Memeluk tubuh kekasihnya yang kini tak lagi bernyawa.


Sementara Jovan beringsut mundur. Ia melemparkan sebuah balok kayu kecil dari genggamannya. Dalam hitungan mili detik, ia memecahkan botol minuman kemudian menusukkan benda itu tepat ke perut Zefa.


Vero histeris lagi. Ia menjambak rambutnya lalu beringsut dari sana.


"Vero, sekarang giliranmu. Apa yang kau dapat?"


Aku bisa mendengar Jovan berkata lirih.


Vero mengeluarkan balok kayu lain dari dalam saku celananya. Lalu ia berkata, "Aku ... harus membunuhmu, Jovan."


Jovan mendadak murka. Pemuda itu hendak menyerang Vero dengan pecahan botol yang sama. Tapi gadis itu menghindar. Menendang Jovan dengan kakinya, kemudian meraih gergaji yang tergeletak di lantai.


Sebuah pemandangan paling mengerikan yang kulihat saat ini adalah, Vero memenggal kepala Jovan dengan gergaji mesin di tangannya. Beberapa saat kemudian gadis itu menjerit, melemparkan gergaji mesin itu ke sembarang arah.


Vero terengah. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan darah. Kala ia menyadari kehadiranku, ia berjalan mendekat.


"Zoya? Kau telah merencanakan semua ini, bukan?" 


Aku menggelengkan kepala dengan panik. Aku tidak mengerti! 6


Belum sempat Vero menggapai tubuhku, mendadak ia terbatuk. Napasnya tercekat seperti ringkikan kuda. Tak lama, darah menyembur dari mulutnya. Vero ... tiba-tiba terkulai tak berdaya.


Jantungku berdegup cepat. Aku berjalan menghampiri tubuh teman-temanku yang kini tak bergerak. Botol minuman alkohol yang tadi kudekap kini sudah menggelinding di bawah sana. Karpet bulu putih yang sedari tadi jadi tempat bercengkerama, kini penuh dengan genangan darah. 7


Aku meraih satu per satu balok kayu yang ada di sekitar mereka.


Balok kayu milik Raiga memiliki tulisan, "Bercintalah dengan kekasih temanmu. Jika tidak, kau akan segera mati." 


Dan tubuh Raiga tergeletak dengan busa yang memenuhi mulutnya.


Pada kayu balok milik Alen tertulis, "Ambil gergaji di samping perapian dan potonglah kakimu sendiri. Jika tidak, kekasihmu akan mati." 8


Perintah pada kayu balok milik Jovan berbunyi, "Bunuh Zefa. Atau nyawamu melayang sebentar lagi."


Sedangkan pada balok kayu milik Vero tertulis, "Bunuhlah Jovan. Atau hidupmu akan berakhir dalam 5 menit."


Dan terakhir, balok kayu milik Zefa. "Ambil pisau cutter di atas meja, lalu sayat lehermu sendiri di depan mereka." 9


Tangisku luruh. Dan balok kayu itu jatuh. Kini tanganku bergerak ke dalam saku celana, meraih benda yang sama seperti milik mereka.


Di sana terdapat tulisan, "Bersihkan kekacauan."


Seketika aku menyeringai. Kemudian meregangkan tanganku sambil menghirup bau darah yang memenuhi ruangan.


"Hhh ... sayang sekali Zefa belum melakukan tantangan miliknya. Senang bertemu dengan kalian, teman-teman. Ini adalah pesta reuni pertama yang saaangat menyenangkan! Hihi."



0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo