Previous>>>>“Mianhae
Jungkook-ah~” jawab Yeon Hee pelan.
DAMN! Jungkook
tahu ini akan terjadi. Argh, kuatkan hati Jungkook Tuhan...
“Aku tidak bisa
menjadi yeoja chingumu,” lanjut Yeon Hee.<<<<<
.
.
.
.
“Wae?” Jungkook
tak bisa menahan rasa penasarannya. Suaranya terdengar serak. “Apa karena noona
mencintai Jimin hyung?” ya, entah kenapa nama Jimin terlintas begitu saja di
kepala Jungkook. Mengingat kedekatan antara Jimin dan Yeon Hee, tidak menutup
kemungkinan bukan bahwa mereka bisa saling mencintai?
“Ani.” Yeon Hee
menggelengkan kepalanya.
“Kalau begitu,
kenapa?” tanya Jungkook lagi. Meskipun terdengar seperti memohon, Jungkook tak
peduli. Ia hanya ingin alasan yang jelas atas semua ini, agar ia bisa menerima
jawaban Yeon Hee dengan lapang dada.
“Kau ingin tahu
alasan ‘aku ingin menjadi seorang polisi’?” tanya Yeon Hee, sedang matanya
menerawang jauh ke arah hamparan langit malam yang menggantung di atas sungai
Han. Jungkook hanya menatap yeoja itu dengan sendu. Jika boleh jujur, hatinya
sakit. Tapi, itu akan terasa lebih menyakitkan jika ia memaksa Yeon Hee untuk
menerima cintanya. Chh, pemaksaan! Jungkook tak pernah suka akan hal itu!
“Aku juga
mempunyai seseorang yang aku cintai,” lirih Yeon Hee, “dia seorang polisi.”
Hening. Jungkook
tak bereaksi apa pun.
“Aku ingin pergi
ke Akademi Kepolisian, mempelajari apa pun tentang polisi, supaya aku bisa
menjadi polisi dan bisa bekerja di tempat yang sama dengannya... sebagai
polisi. Aku ingin mengejarnya Jungkook-ah. Dulu kami begitu dekat. Aku tidak
tahu sejak kapan aku mulai menyukainya. Yang jelas, semenjak kepergiaannya ke
Akademi Kepolisian, barulah aku menyadari bahwa dia telah membuatku jatuh hati.
Dia selalu membuatku tak bisa tidur dengan nyenyak. Aku tidak tahu apakah dia
akan menerimaku nanti. Yang jelas, aku hanya ingin mengejarnya sekarang,” tutur
Yeon Hee panjang lebar.
“Nuguya?” tanya
Jungkook pelan.
“Hmm?” Yeon Hee
menolehkan kepalanya ke arah Jungkook.
“Orang yang
telah mengambil hatimu...,” ucap Jungkook pelan, “nuguya?”
Hening sejenak.
Yeon Hee menghela napasnya pelan. “Seo Ji Sub. Pria yang telah mengambil
hatiku... namanya Seo Ji Sub.”
Mata Jungkook
kontan membulat. “J-jinjja?” Yeon Hee menganggukkan kepalanya saat Jungkook
meminta kepastian. Namja itu mengerucutkan bibirnya. Ia tidak salah dengar,
kan? Seo Ji Sub. Ah, pria itu sangat terkenal. Jungkook pun sangat tahu dengan
namja yang bernama Seo Ji Sub itu. Dia adalah seorang pria tampan yang bekerja
di Akademi Kepolisian Cyber. Reputasinya bahkan sejajar dengan aktor-aktor
Korea, bahkan karena ketampanannya, tak jarang banyak orang-terutama kaum
wanita-yang mengidolakan sosok pria tersebut.
Tanpa izin,
tiba-tiba saja setetes liquid jatuh begitu saja dari ceruk mata Jungkook. Namja
itu menutup matanya erat. Mengingat paras Seo Ji Sub yang lebih tampan
darinya... Argh! Andwae! Jungkook harus bisa menerima kenyataan. Ia harus bisa
menerima jawaban yang Yeon Hee berikan.
Jungkook
langsung menyandarkan kepalanya di pundak Yeon Hee. Ia hanya ingin menangis
saat ini. Dadanya terasa sangat sesak.
“Jungkook-ah,
wae geurae?” tanya Yeon Hee sedikit terkejut saat hoobaenya itu menyadarkan
kepala di bahunya.
“Hanya kali ini
noona,” lirih Jungkook. “Biarkan aku bersandar di pundakmu, hiks..” Sekuat
apapun, akhirnya sebuah isakkan berhasil lolos dari mulut Jungkook. Yeon Hee
yang mendengar hal itu hanya bisa tertegun. Ia tahu. Ia telah menyakiti satu
jiwa lagi.
“Mianhae
Jungkook-ah...” batin Yeon Hee. “Jeongmal mianhae...”
***
Tiga hari kemudian...
@Dorm BigHit Entertaiment
“Jungkook-ah,
irreona!” Taehyung mengguncang-guncangkan tubuh saengnya itu. Jungkook yang masih
bergumul di dalam selimut hanya bergumam tak jelas. Ia tak berniat untuk
membuka matanya. “Jungkook-ah, ppalli irreona! Ini sudah jam setengah tujuh!”
ujar Tae lagi, kali ini lebih keras. Dan respon yang didapatkan namja itu tetap
sama. Jungkook hanya bergumam sambil merekatkan selimutnya. “Aish... kau akan
bolos sekolah lagi, eoh?”
“Tae-ah, wae
geurae?” tiba-tiba Hoseok yang baru keluar dari kamar mandi langsung
menghampiri kasur Jungkook.
“Dia tak mau
bangun lagi, hyung,” balas Tae sedikit mengerucutkan bibirnya.
Hoseok pun naik
ke kasur Jungkook dan mencoba menepuk-nepuk pipi saengnya. Awalnya sih
pelan-pelan, tapi lama kelamaan... BUK BUK BUK!!
“Yak! Appo!”
jerit Jungkook yang langsung bangun dari tidurnya. Namja itu mengerucutkan
bibirnya sambil mengusap-usap pipi yang tadi ditampar berkali-kali oleh Hoseok.
“Itulah
akibatnya kalau kau tidak bangun,” ucap Hoseok sekenanya yang berhasil
mengundang tawa Taehyung. “Kau tidak akan berangkat ke sekolah lagi, eoh? Wae?”
tanya Hoseok. Ia berjalan ke arah lemari lalu mulai memakai seragamnya.
“Shirreo,” jawab
Jungkook. “Aku sedang sakit.” Jungkook kembali berbaring dan menutup wajahnya
dengan selimut.
“Aish, lihat
hyung, dia tidur lagi,” ujar Tae kesal. “Kau kenapa sih, Kook? Apa gara-gara
yeoja itu? Kenapa kau cengeng sekali, sih? Baru ditolak segitu aja udah
sakit-sakitan!”
“Yak! Berisik!”
teriak Jungkook lagi. Ia kembali bangun dan langsung melangkah ke kamar mandi.
“Apa dia akan
pergi ke sekolah?” tanya Tae yang kebingungan dengan sikap saengnya.
Hoseok mengedikkan
bahu. “Aku hanya berharap dia tidak menangis di kamar mandi.”
***
Jungkook
memasukki kelasnya dengan malas. Ya, hari ini ia memaksakan diri untuk pergi ke
sekolah. Semenjak kejadian di sungai Han tempo lalu, entah kenapa dunia
Jungkook seakan runtuh. Ia jadi tak ingin melihat wajah Yeon Hee lagi. Melihat
wajah gadis itu, hanya membuat Jungkook ingin menangis.
Sudah tiga hari
Jungkook bolos sekolah. Alasannya sih lagi sakit. Tapi Jungkook gak bohong,
kok. Dia emang bener-bener sakit. Lebih tepatnya, sakit di bagian dada.
“Kook-ah, kenapa
kau terlambat eoh?” tanya namja berambut pirang. “Aigo, ada apa dengan wajahmu?
Kenapa kau pucat sekali?” namja itu kini menangkup kedua pipi Jungkook sambil
memasang wajah khawatir.
“Nan gwaenchana
Bambam-ah,” jawab Jungkook pelan. Ia duduk di bangkunya dan langsung
menenggelamkan wajahnya di meja begitu saja. Bambam yang notabenya sebagai
teman sebangku Jungkook pun jadi merasa khawatir. Pasalnya, tak biasanya
Jungkook bersikap seperti ini. Biasanya anak itu akan membuat seisi kelas
menjadi ramai. Tapi kali ini? ‘Apa yang terjadi dengan urineun Jungkookie?’
batin Bambam.
“Yak, para Saem
banyak yang menanyakan keadaanmu. Kurasa mereka merindukan si Golden Student,”
ujar Bambam mencairkan suasana.
“Jinjjaro?”
tanya Jungkook. “Ah, pasti aku telah membuat mereka kecewa..”
“Mm...” Bambam
membenarkan. “Keurigu~ ada seorang sunbae yang mencarimu selama kau tak
sekolah,” lanjutnya.
“Hhh... pasti
Hoseok dan Tae hyung. Benar, kan?”
“Aniyo... Kau
tahu sunbae yang sering main basket bersama Yoongi hyung? Dari kemarin dia
mencarimu. Mmm, siapa yah namanya?” Bambam menggaruk-garuk tengkuknya.
Jungkook lantas
menegakkan posisi duduknya. “Maksudmu... Park... Jimin?” tanya Jungkook
ragu-ragu yang langsung disambut dengan sebuah anggukkan dari Bambam.
“Bahkan dia
sempat minta nomor HP-mu padaku. Tapi karena aku takut terjadi sesuatu, jadi
aku bilang saja kalau aku tidak punya nomor HP-mu,” jelas Bambam diiringi
dengan sebuah cengiran.
Jungkook
memiringkan kepalanya bingung. Untuk apa Jimin mencarinya? Apakah namja itu...
Ah! Jangan-jangan Yeon Hee noona menceritakan kejadian waktu di sungai Han itu
kepada si Jimin. Terus... pasti Jimin mencari Jungkook hanya untuk
memperoloknya. ‘Ish... namja itu benar-benar berniat membunuhku! Aku harus
bagaimana kalau dia mencariku lagi?’ batin Jungkook.
***
Bel pertanda
istirahat mulai berbunyi. Bambam langsung bangkit dari duduknya dan memaksa
Jungkook untuk pergi menemaninya makan di kantin. Tapi Jungkook terlihat malas
kala itu.
“Ayolah
Jungkookie, aku akan meneraktirmu!” ujar Bambam pasrah. Ia lebih memilih
meneraktir temannya daripada harus makan sendirian.
Jungkook hanya
memutar bola matanya dengan malas. Masalahnya saat ini adalah bukan perkara
‘makanan’ ataupun ‘ditraktir’. Yang jadi permasalahannya adalah, jika Jungkook
pergi ke kantin, pasti bakal ada Yeon Hee noona yang duduk di pojokan sambil
makan baso aci. Kalau sudah begitu, pasti sangat sulit bagi Jungkook untuk move
on. Lagipula, selera makannya benar-benar hilang hari ini. Tadi pagi pun
sandwich yang disiapkan oleh Jin hyung tidak ia sentuh sama sekali.
“Aniyo, aku
sedang tidak nafsu makan Bambam-ah, kau ajak saja Mark hyungmu itu,” jawab
Jungkook malas.
“Shirreo,” tolak
Bambam, “Mark hyung sedang belajar untuk mempersiapkan ujian nasionalnya. Jadi
aku tidak boleh mengganggu. Ayolah Jungkook, temani aku makan... ne? Hanya hari
ini saja...”
“Baiklah,
baiklah.” Akhirnya Jungkook pun pasrah. Ia tidak tahan dengan rengekkan Bambam
di telinganya.
Mereka berdua
berjalan ke kantin lalu duduk di meja yang kosong. Selama di kantin, Jungkook
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia takut jika ada Yeon Hee. Kalau sampai ia
melihat yeoja itu, apa yang harus ia lakukan? Menyapa? Atau menghiraukannya?
“Jungkook-ah,
kau mau makan apa?” tanya Bambam.
“Terserah kau
saja,” jawab Jungkook lemas.
“Berhentilah
bersikap seperti itu Jungkook-ah, kau membuatku khawatir.” Bambam bangkit dari
duduknya dan pergi untuk membeli makanan. Sementara Jungkook, ia melamun sambil
sesekali memainkan wadah tissue yang ada di hadapannya.
‘Oh iya, kemana
Tae dan Hoseok hyung, ya?’ batin Jungkook. Ia mengedarkan pandangan ke seisi
kantin. Biasanya, kedua hyungnya itu akan makan di kantin sambil membuat
keributan. Tapi kali ini, Jungkook bahkan tak melihat batang hidung mereka sama
sekali. Dan ah! Mata Jungkook terpaku pada sebuah meja yang ada di sudut. Meja
itu adalah tempat favorit Yeon Hee. Tapi sekarang, meja itu kosong. ‘Kemana
Yeon Hee noona?’
“Yak, Jeon
Jungkook!” tiba-tiba seseorang menyeru dengan nada yang ketus. Tentu saja hal
itu membuat Jungkook sedikit tersentak dan langsung memalingkan wajah ke sumber
suara.
“J-jimin hyung?”
alis mata Jungkook mengerut samar. “Ada apa?” tanya Jungkook cepat.
Jimin duduk di
hadapan Jungkook dengan ogah-ogahan. Namja itu menghela napas sebentar kemudian
menatap Jungkook dengan malas. “Aku mencarimu kemarin. Tapi Lee saem bilang kau
sedang sakit. Apa kau sudah sembuh?” tanya Jimin.
Nah lho? Alis
Jungkook semakin bertaut. Ia merasakan sesuatu yang aneh. ‘Kenapa Jimin hyung
tiba-tiba jadi baik begini?’ pikir Jungkook.
“Ne, aku sudah
sembuh kok, hyung. Ada apa mencariku?”
Jimin
mengeluarkan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado warna hitam dan
pita merah muda dari saku blezernya. “Ini dari Yeon Hee noona. Dia menyuruhku
untuk memberikannya padamu,” jawab Jimin. Sebenarnya ia sedikit gak rela. Tahu
kan gimana perasaan Jimin ke Yeon Hee? Tapi bagaimanapun, Jimin sudah
memutuskan untuk melepas noona kesayangannya itu. Ya, Jimin harus menerimanya.
“Dari Yeon Hee
noona? Jinjja?” Mata Jungkook membulat. Dan entah kenapa, ekspresi itu
terlihat... errr lucu di mata Jimin.
‘Pabbo! Apa yang
sedang kau pikirkan Park Jimin?’ rutuk Jimin, ngebatin.
Jungkook
mengambil kotak itu dari tangan Jimin. “Woahh, gomawo hyung,” ujarnya riang.
Seulas senyum kini terpahat di bibir Jungkook, menunjukkan kedua gigi
kelincinya.
“Ehm... Kalau
begitu, aku pergi dulu.” Tanpa menunggu anggukkan dari Jungkook, Jimin pun
langsung menghilang dari sana. Sementara Jungkook masih asyik mengagumi kotak
pemberian dari Yeon Hee.
Di sisi lain,
namja berambut pirang yang tak lain adalah Bambam, hanya bisa memasang blank
facenya. Ia menatap Jungkook tak percaya. “Wah, ini akan menjadi berita yang
bagus!” gumamnya.
***
“Hoseok hyung...
Hoseok hyung!!” Bambam menghambur ke kelas Hoseok dengan napas terengah,
membuat anak-anak kelas tiga yang sedang belajar itu memberikan deathglare ke
arahnya.
“Wae?” tanya
Hoseok bingung. Soalnya, tumben banget Bambam main ke sarang anak-anak kelas
tiga. Kalaupun main, pasti tujuannya buat ngeliat Mark yang lagi baca buku di
pojokan. Tapi sepertinya kali ini tujuan Bambam berbeda. Pasalnya, sosok Mark
yang kini sedang mambaca buku di bangku guru pun Bambam skip begitu saja.
“Aku punya
berita baru!” sahut Bambam bersemangat.
“Aigo, nanti
saja bahasnya. Aku sedang belajar Bambam-ah,” jawab Hoseok.
“Tapi hyung,”
“Kau tidak lihat
ekspresi mereka?” Hoseok menunjuk teman-temannya yang memasang tatapan tajam ke
arah Bambam. “Mereka sedang belajar Bambam-ah, kau mengganggu waktu luang
kami,” lanjut Hoseok lembut.
“Benar
Bambam-ah, kalau itu tidak terlalu penting, lebih baik bicarakan nanti saja.”
Yoongi yang sedari tadi membaca buku di pinggir Hoseok kini ikut buka suara.
Bambam
mengerutkan bibirnya. “Baiklah. Maaf sudah mengganggu kalian,” ujarnya sambil
melakukan bow. Kemudian langsung berlari keluar dari kelas.
“Kalau begitu,
aku akan memberi tahu Tae hyung!” ujarnya. Ia langsung berlari menuruni tangga
lalu menyusuri koridor anak-anak kelas dua. Seketika itu juga, ia langsung
menghambur ke kelas Taehyung. Kebetulan namja itu sedang free*lagi gak belajar
maksudnya*.
“Hyung!!!”
teriak Bambam sambil menyerbu ke bangku Taehyung. Tae yang sedang membaca manga
pun mengangkat wajahnya ke arah Bambam.
“Wae?” tanya
Tae, datar.
“Aku punya
berita bagus!”
“Apa itu?” tanya
Tae, masih datar.
“Ini menyangkut
Jeon Jungkook,” jawab Bambam yang masih direspon dengan tatapan datar dari Tae.
“Dan juga... Park Jimin.”
Seketika itu
juga ekspresi Taehyung langsung berubah. “Mwo? Apa maksudmu?”
Bambam sedikit
mencondongkan badannya ke arah Taehyung. “Tadi waktu di kantin-ketika aku
memesan makanan untuk aku dan Jungkook-, tiba-tiba aku melihat Jimin sunbae
sedang memberikan sesuatu. Kalau tidak salah, sebuah kotak kecil berwarna hitam
yang diikat dengan pita warna merah muda. Aku tidak tahu apa yang sedang mereka
bicarakan. Tapi... setelah menerima kotak itu... Jungkook jadi senyam-senyum
sendiri! Kan horror hyung!” jelas Bambam panjang lebar.
Taehyung hanya
bisa melongo setelah mendengar penuturan Bambam tadi. Tahu, kan, gimana wajah
Tae kalau lagi mikir? *BLANK*
“Hyung, kenapa
kau diam saja? Apa yang kau pikirkan?” tanya Bambam sambil memukul pelan lengan
Taehyung. Tae pun langsung tersadar dari lamunannya. Ia menatap Bambam dengan
bingung.
“Kau yakin Jimin
memberikan itu kepada Jungkook?”
Bambam
mengangguk pasti.
‘Ah, matilah kau
Kim Taehyung! Doamu terkabul!’
“Aku yakin dia akan membalas cintamu, Kook!”
.
.
.
.
TBC
0 komentar:
Posting Komentar