Previous>>>“Kau yakin Jimin
memberikan itu kepada Jungkook?”
Bambam
mengangguk pasti.
‘Ah, matilah kau
Kim Taehyung! Doamu terkabul!’
“Aku yakin dia akan membalas cintamu, Kook!”<<<
***
.
.
.
.
Aku pernah berkata bahwa aku kurang menyukai bunga
krisan, kan? Aku harap itu tidak menyinggung perasaanmu Jungkook-ssi. Aku
selalu merasa bersalah saat mengingat kejadian itu-padahal kau sudah berjuang
dengan keras untukku. Sebagai gantinya, aku akan memberikan kalung ini. Kau
lihat bandulan berbentuk bunga tulip itu? Itu kalung pemberian eommaku. Eomma
bilang, “kau akan selalu merasa kuat jika memiliki ini”. Dan kalung inilah yang
menyertaiku dalam mengejar Seo Ji Sub oppa.
Tapi sekarang, aku akan memberikannya padamu.
Jadilah namja yang kuat Jungkook-ah... Kembalilah ceria. Aku harap kau bisa
menemukan cintamu yang sesungguhnya.
Oh iya. Aku akan berlibur ke Busan bersama
keluargaku dan akan kembali ke Seoul minggu depan. Aku harap saat kau melihatku
nanti, kau tidak akan membenciku. Lee Yeon Hee~
“Bagaimana
mungkin aku bisa membencimu noona?” lirih Jungkook. Ia menatap secarik kertas
yang berisikan tulisan tangan Yeon Hee. Kemudian, ia mengeluarkan kalung
berliontinkan bunga tulip dari dalam kotak. “Ini indah,” gumamnya pelan. Tak
sadar, kini pipi Jungkook mulai basah dengan air mata. Terdengar beberapa
isakkan dari namja itu.
“Baiklah noona.
Aku akan kembali ceria,” ucap Jungkook mantap. Ia menggenggam kalung tadi lalu
pergi dari atap sekolah-bermaksud untuk kembali ke kelas.
***
Jam pulang
sekolah!!!
Jimin
melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Hari ini ia ada latihan basket bersama
anak-anak klub basket lainnya. Ya, kali ini ia bisa bersikap lebih ceria.
Tentang perasaan Jimin pada Yeon Hee, namja itu sedang berusaha melupakannya.
Lagipula, Yeon Hee bilang ia akan membawakan Jimin oleh-oleh setelah pulang
dari Busan nanti. Jadi, hal itu bisa membuat perasaan Jimin kembali
normal-layaknya adik dan kakak.
“Jimin-ssi!”
seseorang menyeru. Jimin langsung saja berlari ke arah orang tersebut lalu
melakukan bow. “Annyeong hyung,” sapa Jimin.
“Segera ganti
pakaianmu,” suruh Yoongi, “lima menit lagi kita latihan.”
Jimin pun
mengangguk dan langsung berlari ke pinggir lapangan. Sebenarnya ia tidak perlu
pergi ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Soalnya, Jimin sudah memakai
kaos untuk latihan basket dari rumah lalu dibalut dengan seragam sekolah. Jadi,
ia tinggal membuka seragamnya saja, ‘Dengan begini lebih cepat, kan!’ pikirnya.
Latihan dimulai.
Anak-anak klub basket yang beranggotakan dua belas orang itu bermain dengan
lihai. Tak terkecuali Jimin. Namja itu sangat lincah mendribble bola dan
beberapa kali memasukkannya ke ring lawan. Tapi sayangnya, kini ia dan Yoongi
berada di tim yang berbeda. Otomatis hal itu membuat Jimin sedikit ‘takut’.
Pasalnya, Yoongi adalah ketua klub basket dan pemain yang paling jago. Latihan
kali ini pun skor grupnya Yoongi lebih unggul dari Jimin. Ah, Jimin tidak yakin
ia akan memenangkan permainan ini.
BUG! Jimin
kehilangan kontrol. Ia melemparkan bola terlalu kuat sehingga membuat teman
se-timnya tidak bisa menghandle bola dengan baik. Parahnya lagi, bola itu
mendarat di kepala seorang namja yang sedang duduk-menonton-di pinggir
lapangan.
‘Matilah kau
Park Jimin!’
Seseorang itu
sedikit menjerit saat bola basket mengenai kepalanya.
“Ya ampun,
Jungkook-ssi!” teriak Yoongi yang langsung berlari ke pinggir lapangan untuk
menghampiri Jungkook.
“Apa?
Ju-Jungkook?” mata Jimin membulat. Ia tak menyangka jika bolanya akan mengenai
anak kelas satu itu. Ah, haruskah ia berlari menghampirinya dan meminta maaf?
Aigo... it’s not Jimin’s style!
“Jungkook-ah, kau
baik-baik saja? Eoh?” Yoongi mengusap-usap kepala Jungkook dengan khawatir.
Sedangkan Jungkook hanya sesekali meringis. Di saat seperti itu
sempat-sempatnya Jungkook tersenyum. Namja itu meraih tangan Yoongi yang sedang
mengusap kepalanya, lalu menggenggam tangan tersebut.
“Aku baik-baik
saja hyung, sungguh,” ujarnya sambil menunjukkan gigi kelinci. “Kembali
bermainlah!”
MWO? Apa itu?
Apa yang barusan Jimin lihat? Yoongi mengusap kepala Jungkook, kemudian Jungkook
meraih tangan Yoongi dan menggenggamnya, lalu meletakkannya di bagian dada,
belum lagi senyuman Jungkook yang... Rrr. OMO! Ada apa dengan Jimin! Kenapa
otaknya berkata bahwa, ‘Apakah mereka yaoi?’
“Ayo, kita
lanjutkan latihannya!” seru Yoongi yang kini sudah siap mengambil posisi di
lapangan. Jimin pun tersadar dari pikiran absurdnya. Sesekali ia melirik ke
arah Jungkook.
‘Apakah dia
baik-baik saja? Kepalanya masih sakit tidak, ya? Bola basket kan keras! Kalau
dia sampai benjol bagaimana? Kalau sampai gegar otak bagaimana? Oh tidak Park
Jimin, itu tidak mungkin terjadi! Ya ampun, apakah aku harus meminta maaf?’
Jimin terus bergulat dengan pikirannya selama latihan. Ia pun tidak mengerti,
kenapa ia bisa jadi seperti ini. Dan saat ekor matanya melirik Jungkook lagi,
kini namja itu sudah tidak duduk sendirian. Seorang namja yang ia tahu sebagai
Kim Taehyung duduk di samping Jungkook dengan es krim yang memenuhi kedua
tangannya. Sesekali Jimin mendengar sebuah suara, “Jungkook, ini untukmu!” Dan
suara lainnya, “Wah, gomawo Tae hyung! Bbuing bbuing.. Haha..”
“Chh...
Menggelikan!” cibir Jimin dalam hati.
“Break lima
menit!” seru Yoongi yang membuat semua pemain bisa menghela napas lega.
Jimin langsung
duduk di pinggir lapangan-tempat tadi ia meletakkan ransel dan seragamnya.
Entah kenapa, tapi mata sipit namja itu terus saja melirik ke arah Jungkook
yang sedang duduk bersama Taehyung. “Mereka terlihat akrab!” gumam Jimin. Dan
omo! Apalagi sekarang? Jungkook menyuapkan sesendok eskrim kepada Taehyung?
Dan... dan... Jungkook menyeka sudut bibir Taehyung dengan ibu jarinya?
Apa-apaan ini? ‘Apakah dia yaoi?’ oke, entah kali ke berapa pertanyaan itu
muncul di kepala Jimin hari ini.
Waktu break
habis, dan semua pemain pun kembali ke lapangan saat mendengar intruksi dari
Yoongi. Dan setelah permainan selesai, Jimin mendapatkan sedikit omelan dari
ketua klub basket itu. Katanya hari ini Jimin kurang cekatanlah, kurang
fokuslah, dsb. Gimana Jimin bisa fokus, sedangkan otaknya sibuk menerka-nerka,
apakah Jungkook benar-benar yaoi atau bukan?
‘Please, Chim.
You’ll be crazy if you always think about that!’
***
After you graduate, after I graduate
The two don’t shed any tears
Because we are free from school... from now on.
Mungkin lagu
tersebut cocok untuk keadaan saat ini. Keadaan di mana seluruh siswa kelas tiga
SMA di Seoul sedang merayakan kelulusan mereka. Layaknya siswa SMA, mereka
mencorat-coret seragam teman mereka dengan pilox warna-warni. Terkadang dengan
iseng salah satu siswa akan membubuhkan tanda tangan di seragam temannya dengan
spidol permanen. Tapi, inilah yang mereka tunggu-tunggu. Kebebasan. Karena
sejak saat ini, tak ada lagi yang namanya berkutat dengan berbagai rumus, tak
ada lagi persaingan untuk mendapat nilai terbaik, dan tak akan ada lagi yeoja
berambut lurus dengan eye smile di sekolah ini.
“Ya, tak akan
ada lagi,” gumam Jungkook. Ia menatap sendu ke arah sekumpulan anak kelas tiga
yang sedang mencorat-coret baju teman-teman mereka. Tak berapa lama kemudian,
sepasang mata Jungkook langsung membulat saat yeoja cantik bernama Lee Yeon Hee
itu menghampiri dirinya.
“Jungkook-ah!”
seru Yeon Hee riang. Jangan lupakan ekspresi charming gadis itu yang membuat
Jungkook semakin salah tingkah.
“Ngg... Ne,
noona?” jawab Jungkook gelagapan.
Yeon Hee
mengulurkan sebuah spidol permanen kepada Jungkook. “Kau tidak mau
menandatangani seragamku?” tanyanya.
Seulas senyum
terpahat di bibir Jungkook. Ia meraih spidol itu dari tangan Yeon Hee.
“Everything for you noona,” ujarnya cekikikkan yang berhasil membuat Yeon Hee
mengerucutkan bibirnya dengan lucu.
Jungkook pun
membubuhkan tanda tangannya di seragam Yeon Hee, tepatnya di bagian lengan
atas.
“Gomawo. Aku
akan mengingatmu, Jungkook-ah..”
“Nado...
Jeongmal gomawo noona,” ucap Jungkook sambil menggaruk tengkuknya.
Kini semua siswa
langsung memusatkan perhatian mereka kala sebuah suara berdebum terdengar. Tak
jauh dari tempat mereka berdiri, terdapat sebuah panggung kecil dan beberapa
peralatan sound system yang sudah tertata rapi. Oh inilah saatnya. Tradisi
setelah acara corat-coret kelulusan: “Open Your Heart”. Yeah, acara ini
didedikasikan untuk para hoobae yang ingin mempersembahkan atau mengungkapkan
perasaannya kepada para Sunbae mereka yang akan segera pergi ke perguruan
tinggi.
Yoongi, selaku
MC acara Open Your Heart tahun ini langsung naik ke atas panggung.
“Annyeong haseyo
yeoreubeun!” sapanya bersemangat. “Setelah melalui berbagai rintangan yang kami
temukan dalam soal-soal ujian, akhirnya kami-kelas tiga-bisa lulus dengan nilai
yang memuaskan. Oke, kali ini kita berjumpa lagi dengan acara tahunan kita...
OPEN YOUR HEART!!! Yeay! Dan.. langsung saja untuk penampilan pertama, kita kehadiran
Bambam dari kelas 10A! Give him applause...!” seru Yoongi disusul dengan Bambam
yang naik ke atas panggung. Seluruh siswa yang berkumpul di sana langsung bersorak
dan bertepuk tangan.
Bambam tersenyum
lebar saat ia meraih microphone(bener gak sih nulisnya gini?) dari tangan
Yoongi. Kemudian, ia mendekatkan mic tersebut ke bibirnya. “Before i show my
heart, i’ll say Chukkhamnida for all my sunbae. Waktu terasa begitu cepat
berlalu dan aku sangat berterimakasih karena sunbaenim sudah melindungi kami
dan tidak membeda-bedakan kami dalam hal pergaulan. Aku... mempunyai sunbae
yang selalu aku idolakan. Dia tampan dan.. rrr... menjadi incaran para
yeoja...”
“Huuuuhhhh....”
teriak para siswi yang mendengar penuturan Bambam. Sedangkan namja imut itu
hanya tersenyum sambil sesekali menoleh ke belakang.
Tak lama
kemudian, Bambam mengangkat mic-nya lagi dan mulai membuka mulut. “Aku akan
menyanyikan sebuah lagu,” ungkapnya, “dan lagu ini khusus untuk sunbae yang
sangat aku cintai.... Mark hyung!” serunya yang kembali mendapat sorakan dari
para siswa. Mark yang duduk di pinggir lapangan bersama teman-temannya pun haya
bisa nyengir-nyengir gaje. Sesekali terdengar seruan.. “Cie... Mark cie...”
Oke, mungkin pipi Mark udah kayak sambel terasi sekarang. Dalam tanda kutip,
BLUSHING!
Jae nae mal jal deureo nan niga joha neoui adamhan
kiwa jaggo ottoghan kowa aengdu gateun geu ibsul amureon gisuldo eobsi nae
ibsure geunyang gajda daego isseul...
Ttae eolmanayeppeun ji molla neomu dalkomhaeseo hal
ttaemada kkamjjag nolla geureonde wae geysog neoneun niga teugbyeolhadaneun
geol molla eotteon yeojal delyeowado nan neoreul golla... (ceritanya Bambam
nyanyi lagu I Like You)
*Oke... SKIP*
Setelah Bambam
tampil, kini giliran Jimin yang berdiri di atas panggung. Sesekali ia melirik
ke arah sekumpulan penonton, mencari-cari di mana sosok Yeon Hee berada. Dan
ketika sepasang mata sipitnya mengunci sosok Yeon Hee, barulah ia mengangkat
microphonenya.
“Yeon Hee
noona,” ujar Jimin lantang. Sesaat ia menahan napas lalu menghembuskannya
perlahan. “Frankly, I’m falling in love with you at first sigh,” lanjutnya lagi
yang membuat mata Yeon Hee dan siswa lain kontan membulat. Bagaimana tidak?
Selama ini teman-teman Yeon Hee atau bahkan seluruh siswa tahu kalau Jimin
hanyalah anak usil yang selalu mengikuti tiap gerak-gerik Yeon Hee. Tapi
sekarang...?
“Mwoya!” ujar
Yeon Hee sedikit kesal. “Kenapa dia berkata seperti itu, eoh? Dasar Jimin pabbo!”
umpatnya tertahan.
Suara musik
mulai terdengar. Jimin pun dengan tampang percaya dirinya langsung menari
dengan cool*eaa* di atas panggung. Ia mendekatkan mic ke bibirnya dan ia mulai
menyanyikan sebuah lagu.
Saenggak eopneun maltu eorein aedeul malgu nal gamssa
ana jul
Shim shim handdae gaggeum noneun yeoja malgu naman
saranghaejul
Gamanisseodo namjanomdeul Jeonhwagil naemiljiman
Jarangseureopgae nae sajineul Kkeonaebo ineun
georeun girl
Girl i need a girl
Mweolhaedo eeppeun Mommaedo eeppeun
Girl i need a girl
Baby i need u
girl you need me too... *bayangin Jimin joget sambil nyanyi ini dengan gaya
cool :v *
*SKIP*
Aluran keringat
terlihat mengucur di pelipis Jimin. Gema suara tepuk tangan terdengar begitu
hebat di lapangan sekolah. Tak bisa Yeon Hee pungkiri, ia juga terkagum-kagum
dengan bakat yang baru Jimin munculkan itu.
“Geundae noona,”
ucap Jimin yang masih terengah, “aku tahu aku hanyalah adik bagimu. Aku juga
tidak akan memaksa noona untuk memperlakukanku layaknya seorang pria. Aku tak
ingin memaksamu untuk menyukaiku juga. Oleh sebab itu, aku hanya ingin
mengungkapkan sesuatu yang selama ini mengganjal di hatiku. Sesuatu yang aku
yakini, aku tak akan mendengarnya juga dari bibirmu..”
“Aish, anak itu
benar-benar membuatku malu,” umpat Yeon Hee pelan.
“Aku iri padamu
Yeon,” ujar Sulli yang duduk di pinggir Yeon Hee.
Yeon Hee hanya
membulatkan matanya ke arah Sulli, meminta penjelasan.
“Kau banyak
dicintai para namja. Tapi kenapa kau tak pernah menerima salah satu dari
mereka? Jongin, Sehun, Himchan, Jaehyo, Jinwon, U-kwon, Taemin, Minho,
Jungkook, semuanya kau tolak. Dan sekarang, apakah Park Jimin akan kau tolak
juga?” tanya Sulli setelah berorasi panjang lebar.
Yeon Hee
termenung sesaat. Gadis itu menatap namja yang masih berdiri di atas stage
dengan peluh yang membanjiri pelipisnya. Ya, harus Yeon Hee akui, Jimin memang
cute, tampan, dan seksi... Tapi sungguh, itu hanyalah opini yang bisa
diutarakan oleh siapa saja yang melihatnya sekarang. Dan untuk masalah hatinya,
semuanya tetap sama. Tak ada getaran sama sekali saat Yeon Hee menatap
dongsaeng kesayangannya itu. “Apakah hatiku berubah jadi batu?” rutuk Yeon Hee
dalam hati.
“Noona,” kini
suara Jimin terdengar menggema lagi dari alat pengeras suara. “Saranghanda...”
ucapnya tegas.
Kontan semua
penonton langsung menyorakki Jimin dan Yeon Hee.
“Akhirnya dia
mengungkapkan perasaannya,” gumam Jungkook yang berdiri di pinggir lapangan.
Sementara Yeon
Hee, ia hanya menanggapi sorakan teman-temannya dengan wajah malas. “Kau
benar-benar membuatku susah Park Jimin!” umpatnya kesal.
Jimin turun dari
stage dan mengembalikan microphone kepada Yoongi.
“Penampilanmu
bagus sekali, Jimin. Aku tidak tahu kalau kau bisa dance sambil bernyanyi,”
puji Yoongi sebelum ia naik lagi ke atas panggung.
“Ahaha, gomawo
hyung. Aku hanya iseng saja,” jawab Jimin sambil menggaruk tengkuknya.
Baiklah,
perasaan Jimin sudah lega sekarang. Meskipun Yeon Hee tak akan pernah membalas
cintanya, tapi Jimin yakin, Yeon Hee akan selalu menyayanginya sebagai adik,
sampai kapan pun. Dan mulai besok, mungkin ia tidak akan melihat sosok Yeon Hee
di sekolah ini lagi. Karena Yeon Hee akan pergi... semua anak kelas tiga akan
pergi untuk menggapai mimpi-mimpi mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
“Goodbye
noona... Aku akan selalu mencintaimu...”
***
@Dorm BigHit Entertaiment
“Woaa
congratulation....!!!” seru Namjoon dan Jin bersamaan seraya membunyikan
terompet ulangtahun. Tak lama dari itu, datanglah Taehyung dan Jungkook dari
arah dapur dengan beberapa bungkus camilan berukuran besar.
“Wahhh, aku terharu!”
ujar Hoseok sambil mengusap matanya.
Mereka sedang
berkumpul di ruang tengah dorm mereka. Kini camilan yang dibawa Jungkook dan
Taehyung sudah bertumpuk di tengah-tengah mereka yang notabenya sedang duduk di
atas karpet dengan posisi melingkar. NamJin masih sibuk meniup-niup terompetnya
ke arah Hoseok dan Yoongi. Sedangkan Jungkook dan Taehyung sibuk mengambil
selca di antara mereka.
“Chukae!
Akhirnya kalian lulus juga!” ujar Namjoon memberi selamat kepada Hoseok dan
Yoongi. Ya, Hoseok dan Yoongi baru saja lulus ujian. Itu berarti, mereka sudah
bebas dari yang namanya sekolah. Yang mendapat ucapan selamat pun hanya
menunjukkan cengiran mereka sambil sesekali mengucapkan terimakasih.
“Gomawo,
Namjoonie! Aku sangat senang karena akhirnya bisa lulus! Ahhhh aku bisa fokus
menulis lagu kalau begini. Hahaha...” teriak Yoongi girang.
“Dan aku akan
melatih tubuhku supaya lebih lentur! Yeayyy..” timpal Hoseok girang.
“Hyungie, apa
kalian tidak berencana untuk pergi ke perguruan tinggi?” tanya Jungkook dengan
puppy eyes-nya.
Hoseok dan
Yoongi menggeleng bersamaan. “Untuk apa? Aku bosan belajar terus. Lagipula, aku
hanya ingin kita segera debut,” suara Hoseok memelan saat ia mengucapkan kata
debut.
Otomatis, semua
mata langsung menatap Hoseok yang kini tertunduk. Hoseok benar. Sudah lama
mereka menjadi trainee di agensi ini, tapi mereka belum debut juga. Lagipula,
kenapa Bang ShiHyuk PD-nim bersikeras bahwa group mereka harus beranggotakan
tujuh orang? Bukankah enam orang juga sudah cukup?
“Aku juga ingin
segera debut,” ujar Yoongi. “Aku ingin menunjukkan laguku kepada dunia.”
Suasana yang
tadinya ceria, kini berubah menjadi hening di ruangan tersebut. Taehyung yang
biasanya cerewet, kini memilih untuk diam kalau hyungdeulnya membicarakan
perihal debut. Namjoon pun mendesah pelan.
“Namjoonie,
tidak bisakah kita debut enam orang saja?” tanya Jin tiba-tiba setelah
keheningan menyelimuti mereka beberapa saat.
Namjoon
menggeleng. “Aku sudah membicarakan hal itu kepada PD-nim, tapi kau tahu kan
dia itu sangat keras kepala? Kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu
keputusannya.”
“Lagipula, jika
kita hanya berenam, koreografi dan posisi pun akan terlihat mainstream saat di
atas panggung,” timpal Taehyung tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
Mereka semua terdiam.
Jungkook merenung, Hoseok memejamkan mata, Namjoon dan Jin yang memasang pouty
face, dan Taehyung yang menekuk wajahnya.
“Aha!” seru
Yoongi tiba-tiba, membuat yang lain terlonjak kaget.
“Mwo?” tanya
Jungkook.
“Aku akan
mencoba mengajak seseorang untuk masuk ke agensi ini,” ujar Yoongi riang.
“Jinjja? Nugu?”
tanya Hoseok.
“Sudahlah, besok
aku akan membawanya! Ayo makan!” Yoongi pun meraih bungkus camilan dan langsung
membukanya. Tak lama dari itu, suasana kembali hangat diiringi dengan tawa di
antara mereka.
***
Hari ini,
perkumpulan anak yang ‘masih belum debut’ itu tengah berlatih di ruang practice
dance tanpa koreografer mereka. Hoseok yang telah dipilih menjadi lead dancer
pun mengajarkan gerakan barunya kepada anggota yang lain. Terlihat jelas pada
pantulan cermin ruang latihan, semua anggota yang tengah menggerakkan setiap
inci tubuh mereka dengan gesit. Ya, semua anggota kecuali...
“Yoongi hyung
eodiga?” tanya Taehyung saat mereka semua sedang istirahat.
“Molla. Saat
bangun tidur tadi dia sudah tidak ada,” jawab Hoseok lalu meneguk air mineral.
“Hyung, aku
takut kalau kita tidak jadi debut,” ujar Jungkook pelan. Ia duduk lalu
menyandarkan punggungnya ke dinding.
“Eopseo! Kita
pasti debut!” seru Namjoon. “Aku tidak mau menjadi orang terbuang lagi,”
lanjutnya lirih.
“Tapi bagaimana
kalau kita tidak debut juga?” tanya Jungkook maksa. Mata namja imut itu
terlihat sedikit berair. “Kalau kita tidak debut, apakah aku harus kembali ke
rumah dan memohon agar orang tuaku kembali bersatu? Itu tidak mungkin hyung!
Itu terlalu menyakitkan! Lagipula mereka tidak akan memerdulikanku lagi! Sudah
bertahun-tahun aku kabur dari rumah dan kalau aku kembali, itu sama saja
menjilat ludah sendiri! Huweeee.... aku ingin mati saja!” tangis Jungkook pecah
seketika. Yep, beban yang telah ia tahan selama ini akhirnya terungkap juga.
“Aish, uljima
Jungkook-ah...” hibur Jin lalu meraih Jungkook ke dalam pelukannya. Para
hyungdeul hanya menatap Jungkook dengan tatapan sendu. Jungkook benar. Jika
mereka tidak jadi debut, apakah mereka akan kembali ke masa di mana semua
cahaya seakan menghilang? Apakah mereka akan berakhir di jalanan tanpa adanya
masa depan?
BRAK! Tiba-tiba
pintu ruang latihan dibuka dengan kasar. Yoongi muncul dari sana dengan
cengiran lebar.
“Yak! Berhenti
menangis! Kita akan segera debut kok!” ujarnya tegas.
“Yak, kau dari
mana saja?” tanya Namjoon.
“Naega? Ah...
aku baru saja membawa seseorang yang akan menyelamatkan hidup kita!”
“Apa yang sedang
dia bicarakan?” bisik Hoseok yang hanya mendapat gedikkan bahu dari Taehyung.
Yoongi
menghilang dari ambang pintu ruang latihan. Tak berapa lama, ia kembali masuk
ke ruang latihan dan membawa seseorang.
“Taraaaa!”
ujarnya ceria sambil menunjukkan orang tersebut. Dan saat itu juga, tangis
Jungkook langsung terhenti. Puppy eyesnya membulat dengan sempurna.
“Ji-Jimin?”
pekik Jungkook.
Dan saat Jimin
melihat Jungkook. “Yak, kenapa ada kau?”
Semua orang
langsung menatap mereka berdua bergantian.
“Sialan. Doamu
benar-benar terkabul Kim Taehyung!” rutuk Tae dalam hati.
***
#JiminPOV
Sudah tiga bulan
aku bergabung dan menjalani masa trainee di agensi ini bersama enam orang
lainnya. Tadinya aku tidak berpikir untuk menjadi seorang idol. Tapi mengingat
saat Yoongi hyung datang ke rumahku sambil berlutut, aku jadi tidak tega. Lagipula,
Yoongi hyung bilang bahwa aku mempunyai bakat dalam menari dan menyanyi. Dan
bakatku itu muncul saat dulu aku menyanyikan lagu I Need A Girl untuk Yeon Hee
noona pada hari kelulusan kelas tiga.
Bergabung
bersama mereka tidaklah buruk. Mereka anak-anak gila yang asik diajak bercanda.
Mereka juga sangat baik dan mampu menerima celetukan-celetukan yang keluar dari
mulutku. Hhh... mereka seperti keluarga baru bagiku. Cerita-cerita tentang
kehidupan mereka berhasil menyentuh hatiku. Aku baru menyadari, di balik tawa
mereka selama ini, mereka menyimpan luka yang begitu dalam. Mungkin akulah yang
paling beruntung di sini, karena orang tuaku masih bersatu meskipun ayah selalu
sibuk mengurusi pekerjaannya.
Well, ada satu
hal yang membuatku kurang nyaman berada di sini.
Jungkook.
Ya, anak ingusan
itu! Aku tidak bisa berpikir jernih saat melihat kelakuannya. Seluruh sel di
dalam otakku pasti langsung menanyakan hal yang sama, yaitu: ‘apakah dia
seorang yaoi?’. Karena jujur, sikapnya sangat... rrr... dan sekarang pun dia
sedang bermanja-manja di lengan Taehyung sambil memainkan handphonenya. Ah,
kenapa di sini jadi terasa gerah? Lebih baik aku mencari udara segar saja.
“Hyungdeul, aku
akan membeli minuman. Apa kalian ingin menitip sesuatu?” tanyaku sembari
bangkit dari sofa. Malam ini kami sedang berkumpul di ruang tengah sambil
menonton televisi.
Para hyungdeul
bertanya satu sama lain. Tapi kemudian mereka menggeleng.
“Ani, aku sudah
kenyang saat makan malam tadi,” jawab Jin hyung ramah.
“Oh arraseo!”
aku pun hendak melangkah ke arah pintu keluar sebelum suara yang terdengar
cempreng menginterupsiku.
“Tunggu!”
Jungkook. Itu
suara Jungkook.
“Apakah aku
boleh ikut? Aku ingin membeli eskrim,” ujarnya dengan nada riang yang tak
pernah lepas.
“Ini sudah malam
Jungkookie, kenapa kau ingin membeli eskrim?” tanya Taehyung. Aku mendengar
nada tidak suka dalam suaranya.
“Tapi aku ingin
keluar hyung. Kau tau kalau malam ini ada festival lampion di sungai Han? Aku
ingin ke sana sebentar... Pasti akan sangat indah!” ujar Jungkook yang masih
ceria.
Dan demi Tuhan!
Apa mataku tidak salah lihat? Kenapa Jungkook.... Apa dia sedang melakukan...
nggg.... aegyo?
“Ya, ya, boleh
ya? Namjoonie hyung... boleh ya? Ya ya ya?”
Ya Tuhan, kenapa
dia terlihat begitu... kyeopta?
“Ya sudah sana!
Aku tidak tahan mendengar ocehanmu!” terdengar suara Yoongi yang kemudian
terkekeh.
Jungkook pun
berjingkrak ceria seraya melepas pelukannya dari lengan Taehyung. Ia berjalan
mendekatiku lalu berkata, “Apa yang sedang kau lakukan? Ayo kita berangkat!”
Cih, anak itu
benar-benar... Apa dia sedang memerintahku sekarang?
Aku pun pamit
kepada para hyungdeul, sedangkan Jungkook, dia berjalan duluan di depanku.
“Jaga dia
baik-baik Park Jimin!” ujar Taehyung, ada sebuah nada tidak suka di dalamnya.
Aku pun hanya mengangguk sambil tersenyum, kemudian berlalu.
***
#AuthorPOV
Jimin dan
Jungkook sudah berada di sungai Han. Saat membeli eskrim tadi, Jimin sempat
menolak untuk memenuhi ajakan Jungkook. Tapi astaga, Jungkook terus memaksanya
sambil mengeluarkan aegyo. Apakah dia sengaja melakukan hal itu agar Jimin mau
mengantarnya? “Chh, benar-benar murahan!” umpat Jimin dalam hati.
“Oh lihat! Sudah
dimulai!” pekik Jungkook riang saat ia melihat ribuan lampion yang mulai
meluncur ke udara. Jimin mengikuti kemana telunjuk Jungkook mengarah. Dan benar
saja, tidak jauh dari bangku yang mereka duduki, munculah ribuan lampion dengan
warna yang berbeda. Dan harus Jimin akui, itu sangat indah.
Sesekali Jimin
melirik ke arah Jungkook yang masih menatap lampion-lampion tersebut dengan sorotan
berbinar. Eskrim yang Jungkook beli tadi masih belum habis. Jungkook kembali
menyuapkan eskrim tersebut tanpa melepas pandangannya dari lampion. And damn
it! Anak yang menurut Jimin ingusan itu memakan eskrim dengan belepotan. Sudut
bibirnya kotor dengan krim dingin tersebut.
Entah naluri,
atau mungkin Jimin lagi kesambet setan(?), namja itu pun mengulurkan jemarinya
untuk menyeka sudut bibir Jungkook. Tapi sedikit lagi jarinya akan mencapai
sudut bibir Jungkook, tiba-tiba saja sang empunya bibir menoleh. Dan hal itu
langsung membuat Jimin gelagapan. Ia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah
lampion sedangkan tangannya sibuk mengeluarkan sesuatu dari dalam saku
jaketnya.
Dan setelah
menemukan sesuatu yang ia cari, Jimin langsung melemparkannya tepat ke wajah
Jungkook.
“Makanlah yang
benar! Kau bukan anak kecil, kan!” umpat Jimin.
Jungkook yang
mendapat lemparan saputangan di wajahnya pun langsung merengut kesal. Ia meraih
saputangan itu dan menyeka sudut bibirnya. “Bisakah kau memberi tahuku secara
baik-baik? Dasar... Ini, gomawo!” ketus Jungkook sambil mengembalikan
saputangan itu kepada Jimin.
“Ani, kau simpan
saja. Aku sudah tidak membutuhkannya.” Jimin kembali melemparkan saputangan itu
ke arah Jungkook. Jungkook hanya memasang pouty face-nya. Hhh... namja di
sampingnya ini memang menyebalkan!
...
Hampir tengah
malam. Dan festival lampion akan segera berakhir. Keheningan begitu setia
menyelimuti Jungkook dan Jimin. Entah apa yang mereka pikirkan. Tapi seseorang
dari mereka merasa bahwa ‘hal ini tidak boleh cepat berakhir’.
“H-hyung.” Jimin
menolehkan kepalanya. Apa yang baru saja ia dengar? Hyung?
“Aku tidak tahu
kalau kau bisa menghormatiku juga,” ujar Jimin pedas, mengingat selama masa
trainee Jungkook tak pernah memanggilnya dengan embel-embel hyung, melainkan
dengan sebutan ‘namja bantet’.
Jungkook
mendengus kesal. Ia lalu berkata, “Apakah kau begitu membenciku?”
Jimin sedikit
terkejut saat mendengar pertanyaan itu. “Apa yang kau bicarakan?”
Terdengar helaan
lembut napas Jungkook di tengah semilir angin malam. “Apa kau masih membenciku
karena Yeon Hee noona? Sejak kau bergabung bersama agensi kami, kau bahkan tak
pernah menyapaku. Bahkan, menatapku saja tak pernah. Aku tidak mengerti dengan
jalan pikiranmu. Aku sudah melepaskan Yeon Hee noona karena aku tahu bahwa Yeon
noona tidak mencintaiku. Dan... bukankah cintamu juga tak dibalas oleh noona?
Lalu, kenapa kau masih membenciku? Bukankah tak ada lagi yang harus kita
perebutkan?”
Jimin terdiam
sejenak. Ia menatap wajah namja yang duduk di sampingnya dengan lekat. Namja
itu masih terfokus ke arah sekumpulan lampion yang berterbangan di angkasa.
Entah kenapa, tapi degupan jantung Jimin semakin tak teratur saat menatap wajah
itu. Mungkinkah dia... Tidak, tidak! Jimin tidak mungkin menyukai Jungkook.
Tapi duduk di sampingnya seperti ini, kenapa Jimin merasa... nyaman?
“Hyung!” Lamunan
Jimin buyar. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Kau benar-benar
membenciku, ya?” tuntut Jungkook. Jimin hanya menghela napasnya kasar lalu
bangkit dari duduknya.
“Sudahlah, ayo
pulang! Para hyungdeul pasti sangat mengkhawatirkan kita.” Jimin berjalan cepat
meninggalkan Jungkook yang masih mengerutkan bibirnya.
“Apa-apaan dia? Apa
dia benar-benar membenciku? Aigo...”
.
.
.
.TBC~
0 komentar:
Posting Komentar