Kamis, 26 November 2015

The Last Day!



The Last Day!
.
Hello guys, ketemu lagi sama gue makhluk Tuhan keturunan Buzz Lightyear yang bercita-cita pengen bisa terbang ini...*plak*
Di malam 26 November 2015 yang krik-krik ini, seperti biasa, gue masih duduk manis di depan laptop. By the way, gue pernah curhat di postingan yang “The Day” tentang gue yang dikasih tugas buat ngajar anak diniyyah. Well, dan inilah akhir dari tugas gue. Masih pada inget, kan, kalau gue disuruh ngajar cuma lima pertemuan doang? Nah, dan ini adalah pertemuan yang kelima! Yup! Pas 18 November ini adalah akhir di mana gue bakal bersenda gurau, berpidato dan berceramah di depan anak-anak overaktif, bawel, cerdas dan ngangenin ini! Overall, I really love you guyssssss!!!!!!!!!!*emotlope*
Gue dipartnerin sama Fitriyani Nursyifa buat ngajar di kelas 5A. As you know, for the first time we didn’t know anything about childrens who would get the lesson from us. And now, we know that although they’re very overactive and hyper too, but they’re really charming. Funny boys, charming girls, it’s so complete! It’s remembered me to my childhood. I miss that time!
Oke guys, for the first day ... gue deg-degan setengah mati. Tangan gue gemeteran, tenggorokkan gue kering, gue gak bisa diri dan akhirnya gue mencret-mencret di kelas. Oh tidak, itu ngarang banget! Truly, I got nervous! Pas gue sama Olip masuk kelas, Olip keliatan biasa-biasa aja dan siap buat bertempur dengan musuh. Sedangkan gue? Megang senjata aja gemeteran! >,<
Singkatnya, gue yang ngajar pertama dan gue nyampein materi Bahasa Arab tentang ghurfatul juluus. So what? What happened after I entered the classroom? I think, they was very welcoming guys, easy going, so ... itu bisa mengurangi kesetressan dan kefrustasian gue. Then, gue akhirnya ngajar dan nyampein materi dengan cara ceramah. Sumpah! It was boring! Flat! Unexpected teacher!*lol*
Gue bingung apa yang harus gue sampein, soalnya mereka udah pada pinter-pinter ngejawab pertanyaan dari gue. By the way, gue ngajarnya cuma sejam pelajaran. Itu tuh sekitar tiga puluh menitan. Dan selama tiga puluh menit itu gue ngerasa kek patung pancoran yang baru belajar berjalan.
Untuk pertemuan-pertemuan berikutnya, gue mencoba mengevaluasi diri supaya cara ngajar gue gak boring lagi. Dan akhirnya, gue sama Olip pun menyelipkan embel-embel games dan reward di sela-sela pelajaran. Hasilnya, It’s so amazing! Mereka responnya lebih positif, terus ke kitanya juga jadi ngerasa kalau kita itu dibutuhkan*lol*.
Yeah ... dan di hari terakhir tadi, alhamdulillahnya anak-anak 5A udah pada mulai terbuka. Yang biasanya kalau ada guru, mereka diem, tapi kalau ada kita ... mereka jadi gak betah buat duduk di bangku masing-masing.
Acara di The Last Day tadi, seperti biasa gue mulai ngajar jam setengah tiga. Dan gue pun berusaha untuk ngajar se-fit mungkin dan se-charming mungkin. Dan cerdiknya nih, gue juga meminta sebuah permintaan terakhir ke mereka (supaya gue gak capek-capek ceramah), yaitu mereka harus ngedemonstrasiin Arabic Conversation tentang ghurfatul juluus. And ... tugas kayak gitu kejam gak sih? Soalnya gue juga minta mereka praktekkinnya di depan kelas, dua orang-dua orang, dan harus dihafal dalam waktu singkat. Well, kalau menurut gue sih itu gak terlalu kejam ya? Gue kan ibu peri(yang HP-nya keseseb di sawah). Soalnya, meskipun percakapan itu dikit banget dan waktunya singkat, tapi gue yakin kalau kekuatan mereka mampu mengalahkan situasi yang serba kepepet itu.
Akhirnya, semua siswa pun berhasil membawakan percakapan di depan kelas*tepatnya depan gue*. Menurut analisis gue nih, anak-anak putri lebih cepet ngapalin daripada anak-anak putra. Terus putri ngebawain percakapannya juga lebih lancar. I think, cewek itu berkembang pesat di umur segituan deh. Kalau untuk umur selanjutnya ... I don’t know. Tapi katanya ingatan cowok itu lebih kuat*iya gak sih?*.
Intinya, mereka yang udah selesai percakapan pun gue kasih nilai dan gue kasih reward. Setelah bagian gue abis, baru deh giliran Olip yang ngajar. Olip ngajarnya pelajaran Qur’an. Qur’an itu mata pelajaran yang mempelajari cara pembacaan Al-Qur’an yang sesuai dengan lagam bayati, maknanya, tajwidnya, asbabun nujulnya, pokoknya semuanya....
For last, kita foto-foto sama anak 5A. Dan yang bikin gue gak bisa berkata-kata adalah ... ada anak yang bawa SLR, tab, dan hp. Gue be like “What the ...” Gue sama Olip aja gak ngemodal apa-apa buat sesi foto. Kita cuman minjem kamera ke temen. Dan itu kamera digital biasa. Oh My God!
I think nowadays, childrens are more update than us. Gue ngerasa jadi remaja yang gagal kalau gini jadinyaaaa u,u
Tapi gapapa. Tujuan gue ngajar adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan sama sekolah. Selain itu, setelah gue ngajar dan berdiri di depan mereka ... gue ngerasa kalau tugas guru itu bukan hanya menyampaikan materi, bikin soal, terus ngenilai dan marah-marah kalau nilai anak didiknya jelek. IT’S SO BIG NO! Guru juga harus jadi TEMAN untuk anak-anak didiknya. Bisa diajak ngobrol bareng, curhat bareng, foto bareng, bercanda bareng ... meskipun kebanyakan orang bilang bahwa anak kecil bersikap kayak gitu adalah hal yang gak sopan, tapi itu menurut gue sangat penting untuk perkembangan mental si anak. Kenapa?
Karena kalau kita selalu membuka pintu buat anak didik kita, mereka pun bakal ngerasa bahwa “Gue dibutuhin, nih!” atau “Gue punya hutang sama guru gue, makanya gue harus belajar yang bener!”. Secara gak langsung, sikap adil dan gak adil, takaran kasih sayang, dan welcome gak welcomenya seorang guru itu memengaruhi pola pikir anak. Iya gak sih? Setuju gak sih? Atau ini cuma pemikiran gue doang?
Yang jelas, guru itu gak perlu marah-marah hanya demi membuat anak didik mereka nurut. Tegas sih harus, tapi jangan sampai menimbulkan kesan negatif di hati si anak. Terus nih, anak diniyah pasti bakal ngerasa panas kan kalau ada guru yang objektif? Nah, yang gue suka dari mereka adalah mereka itu JUJUR. Mereka selalu ngungkapin ketidaknyamanan yang ada dalam hati mereka. Contohnya, waktu itu kan ada tes ya ... misalkan gue ngasih nilai 9 ke si A, sedangkan si B dapet poin 10. Otomatis si A panas dan bilang ke gue ... ih teteh mah pilih kasih!
Oh tidak sayang, gue gak pilih kasih ... itu udah ketentuan dan kriteria penilaian gue L tapi gue suka sama anak yang kayak begitu. Soalnya itu menunjukkan bahwa mereka mempunyai ambisi dan ingin jadi lebih baik lagi. Dan oh, I forget something! Sikap guru juga bakal jadi bahan obrolan anak didiknya, lho. Gimana cara guru itu ngajar, gimana personality-nya, terus gimana sikapnya di kelas. Well, guru yang sering keluar kelas, atau yang sering marah-marah, atau juga yang sering main HP di depan anak didiknya, itu bener-bener BIG BIG NO!
Hello~~~ teachers!
Are you tired to teach them? Or what? Sikap guru yang kayak begitu bisa menumbuhkan potensi negatif pada anak sehingga anak juga akan ngikutin apa yang gurunya lakukan. Keluar masuk kelas, marah-marah sama temen, gelut di kelas, atau sampai gak merhatiin pelajaran gara-gara main HP, itu semua disebabkan oleh siapa kalau bukan oleh yang mengajarkannya? Iya sih, anak gak cuma diajarin sama guru. Tapi sungguh lho, pengaruh orangtua itu hanya beberapa persen dibanding dengan pengaruh guru.
Well, I hope all teachers in Indonesia will be better and can teach us with the best quality of the matey and personality. Teachers must be profesional! Not emosional! Apalagi kalau sampai self-center. IT’S SO BIG NO!
I think it’s enough for me to cuap-cuap here. Gue bakal kangen banget sama kalian anak-anak kelas 5A dan Olip juga~^^ Kalau Allah ngijinin, insyaallah kita bakal ketemu lagi dalam sebuah kelas yang berbeda, jenjang yang berbeda, pelajaran yang berbeda, namun dengan orang-orang yang sama. Thankyou for your attention since five days, and let’s create the world with your magic mind!
Salam~

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo